LARILAH KEMBALI KEPADA ALLAH

Larilah Kembali Kepada Allah photo faringfirrugraveigravelaringllaringh_zpsb9f801c3.gif
Bacalah Selalu Lisan Maupun dalam Hati "YAA SAYYIDII YAA RASUULALLAH"

Kamis, 17 Maret 2011

NABI MUHAMMAD SAW BUKAN MANUSIA BIASA


Segala puji bagi Allah SWT yang dengan ke-Esaan dan Kuasa-Nya telah mengkaruniakan segala sesuatu kepada kita. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Baginda Rasulullah saw, Makhluk terbaik dan termulia dan ahlul baitnya yang suci, para pengikut Beliau yang setia ila yaumil qiyamah. Juga salam hormat yang agung dan rindu bathin yang terus bergelora kami haturkan kepada para Kekasih Allah yang dimuliakan Allah SWT terutama Sulthanul Auliyaa fii hadzaz zaman radhiallaahu anh. Dengan penuh harap semoga para Kekasih Allah SWT tersebut terus memancarkan bimbingan batiniahnya kepada kita bersama. Amiin.

Dan Allah memilih Nabi Muhammad Saw sebagai rasul dan nabi; sebagai penutup para nabi dan para rasul, dan menjadi pembawa cahaya yang menerangi hati dan menyinari jiwa… “Hai Nabi, Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi”. Al-Ahzab : 45-46). Dan Rasul saw. “Terhadap orang-orang yang beriman sangat santun dan sayang”. (At-taubah : 128), juga pembawa rahmat bagi sekalian alam, “Dan tidaklah Kami utus engkau kecuali sebagai rahmat sekalian alam”. (Al-Anbiya : 107), oleh karena itu mari kita berseru: “Rasulullah SAW adalah tauladan kami, Rasulullah Saw adalah Pemimpin kami, yaa sayyidii yaa Rasuulallah....”


Tentunya, kita telah beriman kepada Beliau Saw tanpa ada keraguan dan perselisihan di dalamnya, dan meyakini Beliau Saw dengan keyakinan yang mantap dan kuat daripada gunung sekalipun, dan lebih dalam dari lubuk hati yang ada dalam jiwa, karena itu tidak ada sedikitpun dalam jiwa kecuali fitrah yang satu yaitu yang dapat menyelamatkan dunia yang sedang terancam kehancuran, memberikan arah kepada manusia yang sedang kebingungan, dan memberi petunjuk ke jalan yang satu dan lurus, yang dengan itu manusia berhak untuknya berkorban dalam memproklamirkan dan menyebarkan kabar gembira.. Fitrah tersebut adalah Islam yang bersih dan murni; yang tidak ada kebengkokan dan penyimpangan di dalamnya, dan yang tidak ada kejahatan dan kemungkaran serta tidak akan sesat orang yang mengikutinya “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu”. (Al-Maidah : 3)

Kesaksian-kesaksian Allah Swt. pada Nabi Muhammad diantaranya kesaksian akan sifat, karakter dan fisiknya; “Laqod jaakum Rasulun min anfusikum 'Azizun alaihi ma anittum harishun alaikum bil mu'minina Ro'ufurrohim” (QS: at Taubat: 128). Allah Taala yang menugaskan Nabi sebagai utusan tidak sekedar memerintah, tetapi juga Allah Swt. menerangkan kedudukan yang di
perintah. Mulai dari fisiknya, karakternya, pribadinya dan lain sebagainya, sebagaimana tergambar dalam ayat tersebut. Bukan sekedar memerintah, seperti kebiasaan kita memerintah.

Allah Ta'ala menguatkan kedudukan yang di perintah, dari segi fisik anatominya sampai disebutkan semua dalam al Quran al Adzim. Allah Ta'ala yang menciptakan, menyaksikan, membuktikan kebesaran, keutamaan ciptaan-Nya. Untuk siapa kesaksian Allah Swt. tersebut? Untuk umat. Supaya dengan mudah umat dapat menerima ajaran-ajaran yang dibawanya. Kita bisa mengatakan; yang menciptakan saja menyaksikan, mengakui kebesarannya, kalau kita yang termasuk ciptaanNya tidak mau menyaksikan kebesaran Nabi Muhammad Saw., "keterlaluan".

"Laqod jaakum Rasulum min anfusikum", sungguh kami telah mendatangkan kepada kalian manusia, Rasulun, seorang utusan. Utusan yang bagaimana? Allah Ta'ala disini menekankan dengan mengatakan:"min anfusikum", dari kalian jenis manusia. Bukan manusia biasa, tapi manusia luar biasa. Di buktikan dengan keluarbiasaan Rasulullah apa? “Azizun alaihi ma annitum”, menanggungkan derita umat, yang pertama. kedua “Harisun alaikum ”, rasa cinta pada umat. Yang ketiga “bilmuminina Ro’ufurrohim”, rasa kasih sayang pada kaum beriman.

Tiga sifat itu seharusnya dimiliki seorang mubaligh. Keberhasilan seorang mubaligh bergantung sebarapa besar rasa ‘azizun alaihi ma annitum’ dalam dirinya. Sebab, itulah dasar pertama untuk mengajak kejalan Allah. Mubaligh harus pula membawa misi “Harishun alaikum”, dan tentu saja, “Bil mukminina Roufurrohim”. Bila mubaligh bisa membawa ini, dalam amar ma’ruf nahi munkar yang dilakukannya, dia tidak akan mendahulukan hawa nafsu.

Perumpamaan 'bilmukminina roufurrohim', seperti kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Kerasnya orang tua terhadap anak bukan berarti kebencian, kerasnya orang tua terhadap anak bukan berarti kekejaman, kerasnya orang tua terhadap anak walaupun lahirnya kelihatan keras tapi penuh arti kasih sayang. Seperti anak kecil yang digandeng orang tuanya ketika menyebrang jalan, kendaraan hilir mudik tak beraturan, apakah ketika anak lari akan dibiarkan begitu saja, karena orang tua kesal, semisal. Anak kemudian ditarik oleh orang tuanya dengan keras. Karena apa? Kalau kamu lari, pasti tertabrak mobil atau paling tidak tertabrak sepeda. Tarikan keras yang dilakukan orang tua pada anaknya dalam kondisi seperti itu, bukan karena marah bukan pula karena dendam. Tapi karena sayang. Kalau dendam atau marah sewaktu-waktu kesal, akan dibiarkan. Itu dendam.
Akhirnya masa bodoh; mau hidup atau mati terserah. Bukankah begitu. Orang tua terhadap anak, tidak ada istilah masa bodoh, karena apa? Karena rasa sayang atau dalam al Quran disebut sebagai “Bilmu'minina roufurrohim”. Ini sifat Rasul Saw., ini tidak dimiliki oleh siapapun secara sempurna.

Maka bila kita ‘amar ma'ruf nahi munkar’, prinsip “bilmu'minina roufurrohim”, harus kita pegang betul. Sebab nahi munkar dengan mendahulukan nafsu mana mungkin akan berhasil. Sesaat mungkin orang takut. Seperti kasus minuman keras. Dalam amar ma’ruf atas kasus ini kita selalu menitik beratkan kemunkaran itu hanya pada apa yang diminum, khomr. Lalu kita hancurkan, pabriknya di robohkan. Apa dengan membrantas minuman keras itu mereka pasti sembuh atau spontan dengan itu mereka akan sembuh. Orangnya yang seharusnya anda tuju, bukan justru minuman keras yang anda habisi. Bagaimana kita menyembuhkan si peminum, si pecandu itu? Itulah tugas kita. Kalau kita tidak penuh kasih sayang pada mereka dalam menanganinya, tidak mungkin mereka akan sembuh. Dan kalau kita mendahulukan hawa nafsu, mana mungkin mereka akan mengerti kalau di sayangi. Ini pula yang banyak menyebabkan dakwah kita tidak berhasil.

Rasulullah Saw. telah di didik betul sehingga betul-betul memiliki tiga sifat itu. Hal yang demikian membuahkan “wainaka laala Khuluqin ‘adzim”, sungguh engkau Muhammad memiliki pekerti yang sungguh mulia (QS: al Qalam: 4). Sehingga ayat-ayat: "Azizun alaihii ma annitum”, “harishun alaikum”, “bilmukminina roufurrohim”, hadits "Umirtu liutamimma makairal akhlak", lebih memperkuat 'Wainnaka laala kulukin adzim', sempurnanya pekerti yang dimiliki oleh Rasulullah Saw.

Kesaksian Allah Taala terhadap kerasulan diantarnya adalah “ Yasiin. Wal Quranul hakim. Innaka Laminal mursalin ” (QS: Yasin: 1-3). Kesaksian itu turun pada saat Rasulullah Saw. merasakan bagaimana beratnya menundukan mereka, supaya mereka beriman.

Bukan beratnya menjadi Rasul. Seperti halnya seseorang yang menjadi polisi, beratnya bukan karena statusnya, tapi bagaimana menyadarkan masyarakat, supaya tidak berbuat kejahatan yang merugikan dirinya, merugikan masyarakat. Tanggung jawab itu, lebih berat dari status yang disandangnya.

Itu baru tingkat bawah. Kalau Rasul sudah tidak bisa dibuat perbandingan. Kronologi turunnya ayat tersebut (asbab al wurud) bermula pada waktu itu Rasulullah Saw. memikirkan bagaimana caranya supaya orang-orang kufar jahiliah beriman atas risalah yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Mayoritas dari mereka lari dan tidak beriman, apalagi sampai mau mengakui risalah

Rasulullah Saw. Tegas Allah taala menurunkan ayat: "Yasiin. Wal Quranil hakim. Innaka Laminal mursalin”, wahai Yasin, demi al Quran yang mulia. Sungguh engkau sebenar-benarnya utusan. Seakan-akan Allah Swt berfirman: “Andaikata mereka tidak mau mengakui wahai Muhammmad engkau utusanKu Aku yang akan mengakuimu; engkau adalah utusanKu. ‘Engkau sebenar-benar utusan’.

Sampai pula turun: "Arrahman alamal Quran, kholaqol insana allamahul bayan", siapa yang dimaksud dalam ayat ini? Yaitu Rasulullah Saw. Dalam surat al ‘Alaq Allah Swt berfirman: "Iqro bismirobbikaladzi kholaq, kholaqo al insana min ‘alaq, iqro warobbuka al akrom" (QS: al ‘Alaq: 1-3), kepada siapa pertama kali ayat ini ditujukan? Pada Rasulullah Saw. Dalam surat al Hujurat ayat 13, Allah Swt. Berfirman: "Inna akromakum indallahi atqoqum", sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling taqwa diantara kalian. Siapa yang dimaksud dengan 'al akram wal atqo’ dalam ayat tersebut? Rasulullah Saw. Kalau kita ditanya siapa yang paling mulia? Kita harus menjawab Rasulullah Saw. sebab Beliaulah orang yang paling taqwa.

Oleh sebab itu, kalau ingin menjadi orang yang taqwa. Tidak ada cara selain mengikuti (ittiba’) meniru dan mencontoh teladan Sayyidinaa Muhammad Saw., dijamin dia akan termasuk orang yang taqwa.

Dari apa yang telah kita uraikan bersam, kita akan mengakui, mengetahui dan meyakini bahwa Rasulullah Saw. adalah orang yang istimewa, dan seorang manusia yang berbeda dari manusia pada umumnya. Sebab itu pula kalau ada orang mengatakan atau minta disamakan dengan Rasulullah Saw., adalah orang yang menghayal. Sama darimana? Dia tidak mendapat penyaksian dari Allah Swt.
Sementara Rasulullah Saw. disaksikan: akhlak, susunan anatominya, susunan fisiknya dan sebagainya. Yang menciptakannya sendiri yang menyaksikan, Allah Swt. Bukankah lebih akurat! Darimana bisa-bisanya kita berani menafsirkan Rasulullah Saw adalah manusia biasa.

Lalu bagaimana dengan ayat; Qul inama ana basyarum mislukum” (QS: al Kahfi: 110)? Maksud ayat itu bahwa pesan-pesan kerasulan Nabi Muhammad Saw. dapat diterima dengan mudah olah manusia. Karena Rasulullah Saw. sendiri adalah manusia. Itulah maksud ayat al Quran diatas. Memberi kesadaran pada umat bahwa Allah Swt. telah mempermudah manusia (litashil al umat) untuk menerima ketentuanNya melalui utusan dari golongan manusia pula. Dan itu merupakan salah satu dari sekian rahmatNya. Basyar, manusia dalam ayat itu bukan berarti menyamakan Rasulullah dengan kedudukan manusia biasa. Tidak! “Qul inama ana basyarum mislukum”, kami ini sepertis kalian; berbicara, bermata, bertelinga. Manusia, sama-sama manusia, mistlukum, seperti kalian.
Akan tetapi kata ‘mistlukum’ tidak bisa dikatakan berarti 'sama sekali sama' atau 'persis sama'.

Rasul dari kalangan manusia yaitu untuk memudahkan umat. Sebab Seandainya Rasul dari kalangan Jin, akan menyulitkan manusia, sebab jin tidak terlihat. Kalaupun terlihat manusia pasti lari. Sementara malaikat tidak terkena kewajiban: “Qu anfusakum wa ahlikum nara”(QS: at Tahrim), menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Sebab malaikat tidak punya anak serta tidak punya istri. Lalu siapa yang berperan menjadi utusan atau rasul? Jawabannya adalah manusia. Dan manusia yang menjadi rasul itu
adalah Nabi Muhammad Saw.

Sebagai penutup, mari kita panjatkan sholawat salam yang terindah atas Rasulullah Saw. Semoga dengan barokah sholawat kita akan ditumbuhkan rasa mahabbah (cinta) kepada Rasulullah Saw, yang pada selanjutnya diberikan kemampuan untuk mengikuti dan meneladaninya hingga ajal kita tiba. Amiin...

Al Faatihah...
Mujahadah..... (baca sholawat wahidiyah atau baca sholawat apa saja)

wallaahu 'alam bishshowab

*)dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar