LARILAH KEMBALI KEPADA ALLAH

Larilah Kembali Kepada Allah photo faringfirrugraveigravelaringllaringh_zpsb9f801c3.gif
Bacalah Selalu Lisan Maupun dalam Hati "YAA SAYYIDII YAA RASUULALLAH"

Kamis, 03 Maret 2011

FUNGSI DAN KEDUDUKAN RASUULULLAH SAW


Segala puji bagi Allah SWT yang dengan ke-Esaan dan Kuasa-Nya telah mengkaruniakan segala sesuatu kepada kita.
Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Baginda Rasulullah saw, Makhluk terbaik dan termulia  dan ahlul baitnya yang suci.
Juga salam hormat yang agung dan rindu bathin yang terus bergelora kami haturkan kepada para Kekasih Allah yang dimuliakan Allah SWT terutama Sulthanul Auliyaa fii hadzaz zaman radhiallaahu anh. Dengan penuh harap semoga para Kekasih Allah SWT tersebut terus memancarkan bimbingan batiniahnya kepada kita bersama. Amiin.

Pertama-tama kami ucapkan selamat kepada umat Islam dan semua manusia atas kelahiran Rasulullah saw yang diutus sebagai rahmat atas alam semesta.

Pada kesempatan yang berbahagia dan berharga ini, mari kita mencoba untuk ta’aluq ke haribaan Rasulullah saw melalui kajian keutamaan atau kedudukan dan fungsi Rasulullah saw.


Muqaddimah

Allah SWT berfirman dalam Kitab suci-Nya: "Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al Ahzab: 40 )

Firman-Nya, (Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu)

Ibn Katsir berkata, “Setelah turun ayat ini, Allah melarang ada panggilan Zaid bin Muhammad, yakni beliau bukanlah ayahnya sekali pun telah mengangkatnya sebagai anak (adopsi). Sebab tida satu pun anak laki-laki beliau yang hidup hingga berusia baligh. Anak laki-laki beliau adalah al-Qasim, ath-Thayyib dan ath-Thahir dari rahim Khadijah. Mereka semua meninggal dunia ketika masih kecil, lalu lahir lagi anak laki-laki beliau dari rahim Mariah al-Qibthiyyah tetapi juga meninggal dunia saat masih menyusui. Sementara anak perempuan beliau dari pernikahannya dengan Khadijah adalah Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fathimah. Ketika beliau masih hidup, tiga orang anak perempuannya ini meninggal dunia lebih dahulu, sementara Fathimah meninggal dunia enam bulan setelah wafatnya Rasulullah SAW.”

Firman-Nya, (tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu)


Ibn Katsir berkata, “Ini sama seperti firman-Nya, ‘Allah lebih mengetahui dimana Dia menempatkan tugas kerasulan.’ (al-An’am:124) Ayat ini jelas sekali merupakan nash bahwa tidak ada nabi setelah Beliau saw; bilamana tidak ada nabi setelahnya, tentu apalagi ada Rasul setelahnya. Sebab, sebab kedudukan risalah (kerasulan) adalah lebih khusus dari kedudukan nubuwwah (kenabian); setiap Rasul, sudah pasti nabi tetapi tidak sebaliknya.

Hakikat Rasulullah SAW
Suatu hari Sayedena Ali, karamallahu wajhahu, misanan dan menantu Nabi Suci s.a.w. bertanya, “Wahai Rasulullah, kedua orang tuaku akan menjadi jaminanku, mohon katakan padaku apa yang diciptakan Allah Ta’ala sebelum semua makhluq diciptakan?” Berikut ini adalah jawaban Beliau yang indah : Sesungguhnya, sebelum Rabb mu menciptakan lainnya, Dia menciptakan dari Nur-Nya nur Nabimu, dan Nur itu diistirahatkan haithu mashaallah, dimana Allah menghendakinya untuk istirahat. Dan pada waktu itu tidak ada hal lainnya yang hadir – tidak lawh al-mahfoudh, tidak Sang Pena, tidak Surga ataupun Neraka, tidak Malaikat Muqarabin tidak langit ataupun dunia; tiada matahari, tiada rembulan, tiada bintang, tiada jinn atau manusia atau malaikat– belum ada apa-apa yang diciptakan, kecuali Nur ini. Kemudian Allah – Subhan Allah – dengan iradat Nya menghendaki adanya ciptaan. Dia kemudian membagi Nur ini menjadi empat bagian. Dari bagian pertama Dia menciptakan Pena, dari bagian kedua lawh al-mahfoudh, dari bagian ketiga Arsy.
Kini telah diketahui bahwa ketika Allah menciptakan lawh al-mahfoudh dan Pena, pada Pena itu terdapat seratus simpul, jarak antara kedua simpul adalah sejauh dua tahun perjalanan. Allah kemudia memerintahkan Pena untuk menulis, dan Pena bertanya, “Ya Allah, apa yang harus saya tulis?”
Allah berkata, “Tulislah : la ilaha illallah, Muhammadan Rasulullah.” Atas itu Pena berseru, “Oh, betapa sebuah nama yang indah, agung Muhammad itu bahwa dia disebut bersama Asma Mu yang Suci, ya Allah.”
Allah kemudian berkata, “Wahai Pena, jagalah kelakuanmu ! Nama ini adalah nama KekasihKu, dari Nurnya Aku menciptakan Arsy dan Pena dan lawh al-mahfoudh; kamu, juga diciptakan dari Nur nya. Jika bukan karena dia, Aku tidak akan menciptakan apapun.” Ketika Allah S.W.T. telah mengatakan kalimat tersebut, Pena itu terbelah dua karena takutnya akan Allah, dan tempat dari mana kata-katanya tadi keluar menjadi tertutup/terhalang, sehingga sampai dengan hari ini ujungnya tetap terbelah.

Selanjutnya mari kita simak petikan dari buku “Sirr al-Asrar” oleh As-Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, halaman 10 hingga 16.
Makhluk yang pertama yang di ciptakan oleh Allah adalah Ruh Muhammad saw. Ia diciptakan dari cahaya ‘Jamal’ Allah. Sebagaimana firman Allah di dalam hadis Qudsi “Aku ciptakan ruh Muhammad dari cahaya Zat Ku”.
Nabi Muhammad saw, juga bersabda: “Yang pertama diciptakan oleh Allah ialah ruh ku. Dan yang pertama diciptakan oleh Allah ialah cahaya ku. Dan yang pertama diciptakan oleh Allah ialah qalam. Dan yang pertama diciptakan oleh Allah ialah akal”.
Ruh, cahaya, qalam dan akal pada dasarnya adalah satu yaitu hakikat Muhammad.
Hakikat Muhammad di sebut “nur”, karena bersih dari segala kegelapan yang menghalangi untuk dekat kepada Allah sebagaimana firman Allah “Telah datang kepadamu cahaya dan kitab penerang dari Allah”.
Hakikat Muhammad di sebut juga akal, karena ia yang menemukan segala sesuatu. Hakikat Muhammad disebut qalam karena ia yang menjadi sebab perpindahan ilmu (seperti halnya mata pena sebagai pengalih ilmu di alam huruf pengetahuan yang tertulis). Ruh Muhammad adalah ruh yang termurni sebagai makhluk pertama dan asal seluruh makhluk sesuai dengan sabda Rasulullah saw: “Aku dari Allah dan orang-orang mukmin dari aku”.
Dan dari ruh Muhammad itulah, Allah menciptakan semua ruh di alam ‘Lahut’ dalam bentuk yang terbaik yang hakiki. Itulah nama seluruh manusia di alam Lahut. Alam Lahut adalah negeri bagi seluruh manusia. Allah menciptakan Arasy dari cahaya zat Muhammad saw. Bagitu juga makhluk lain berazal dari zat Muhammad.

Rasulullah SAW bersabda: “Ketika Adam as melakukan kesalahan, beliau berkata, ‘Ya, Tuhan. Dengan kebenaran Muhammad, aku meminta kepada-Mu pengampunan.’ Allah bertanya, ‘Hai, Adam. Bagaimana kau bisa tahu ihwal Muhammad, sedang Aku belum menciptakannya?!’ Adam menjawab, ‘Ketika dengan kuasa-Mu Kau meniupkan ruh kemudian menciptaku, ke...palaku mendongak di tiang Arsy yang bertulis: Lailahaillallah Muhammadur Rasulullah, lantas aku tahu bahwa Kau tidak akan menyandarkan ke nama-Mu selain makhluk yang paling Engkau cintai.’ Allah berkata, ‘Kau benar, Adam. Muhammad adalah makhluk yang paling Aku cintai. Kau telah berdoa dengan menyebut kebenaran Muhammad, maka Aku mengampunimu. Jika bukan karena Muhammad, tak akan sekalipun Aku menciptamu’. ”

(Hadist tersebut bisa dibaca dalam karya Imam Al Hakim yaitu al Mustadrok, juz 2, halaman 615. Juga bisa ditemukan di risalah Al Bidayah Juz 1, halaman—180, karya imam Ibn Katsir. Para imam seperti Al Haitami, Al Qushthulani, Al Bulqini, Al Thabrani, hingga Ibn Al Juzie menisbatkan title sahih pada sanad hadist tersebut.)

Berdasarkan hadits-hadits di atas maka secara logika, dapat digambarkan bahawa tidaklah boleh dikatakan seseorang itu sebagai seorang guru apabila dia tidak mempunyai murid atau tidak ada orang yang belajar kepadanya, dan tidaklah boleh dikatakan bahawa seseorang itu pemimpin kalau tidak ada rakyat yang dipimpinnya. Tentunya tidaklah dikatakan Allah SWT itu sebagai Tuhan apabila tidak ada makhluk yang menyembahnya dan yang menyembahNya itulah yang dikatakan sebagai Nur Muhammad.
Dengan pemahaman itu, maka sudah jelas bahawa yang pertama sekali diciptakan oleh Tuhan yang bernama Allah adalah Nur Muhammad kerana tanpa Nur Muhammad itu, Allah swt belum menjadi Tuhan kerana belum ada yang menyembahNya. Setelah ada yang menyembahNya, barulah Allah swt menciptakan kalam untuk berkata-kata kerana tidak mungkin Allah swt berkata-kata sendirian. Setelah memahami konsep sederhana yang disampaikan di atas, barulah kita melanjutkan pembahasan tentang apa dan siapa Nur Muhammad itu dan bagaimana proses penciptaannya dan hubungannya dengan makhluk yang lain yang diciptakan Allah swt sesudahnya

Kedudukan Nabi Muhammad SAW atas Nabi dan Rasul
Salah satu hakikat yang disebutkan dalam Alqur’an adalah bahwa kita harus mengimani semua nabi dan rasul. Sebagaimana Anda temukan dalam akhir-akhir surah al Baqarah, yaitu: “Rasul telah beriman kepada Alqur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.” (QS. al Baqarah: 285 )

Ini adalah hakikat yang ditetapkan oleh Alqur’an. Yakni bahwa setiap manusia harus mengimani semua nabi dan rasul yang diutus oleh Allah SWT untuk menyelamatkan manusia. Namun ini tidak berarti bahwa Alqur’an tidak mengisyaratkan perbedaan derajat di antara para nabi dan rasul. Memang benar bahwa kita tidak boleh membeda-bedakan siapapun di antara rasul-rasul-Nya, tetapi apakah ada perbedaan di antara para nabi dalam hal maqam (kedudukan) kedekatan dengan Allah SWT atau tidak? Alqur’an pun dengan jelas menyebutkan hal ini kepada kita, yaitu dalam ayat berikut:Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.” (QS. al Baqarah: 253) Ini berarti bahwa terdapat perbedaan derajat di antara para nabi. Kita memiliki nabi yang mulia (fadhil) dan nabi yang lebh mulia (afdhal). “Kami telah utamakan sebagian rasul..” Ini dalam dimensi nubuwah (kenabian), begitu juga dalam dimensi risalah (kerasulan). “Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain.” Kami tidak ingin menjelaskan perbedaan antara risalah dan nubuwah. Tentu ini di luar kajian kita.
Namun yang perlu digaris bawahi, bahwa Alqur’an menjelaskan dalam dua dimensi tersebut adanya perbedaan derajat di kalangan para nabi. Lalu di sini ada pertanyaan, dalam hal apa perbedaan derajat terjadi? Alqur’an pun menjawab hal ini dimana ia menyebutkan bahwa para nabi terbagi menjadi dua kelompok: yaitu para nabi yang bergelar Ulul azmi dan para nabi yang bukan Ulul azmi.

Allah SWT berfirman: “Bersabarlah engkau (hai Muhammad) sebagaimana sabarnya para nabi Ulul azmi.” (QS. al Ahqaf: 35)

Ayat ini memerintahkan Nabi saw untuk bersabar. Tapi sabar yang bagaimana? Bukan seperti sabarnya Nabi Ayyub, tetapi seperti sabarnya para rasul Ulul azmi. Oleh karena itu, terdapat riwayat yang menyatakan bahwa Nabi saw bersabda: “Tiada seorang nabi pun yang diganggu seperti gangguan yang kualami.” Namun Rasul saw bersabar atas gangguan kaumnya.

Dalam ayat yang lain, Alqur’an mengatakan, “Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan.” (QS. al Qalam: 48) Orang yang berada dalam perut ikan (shahibul hut) yakni Nabi Yunus dimana ketika kaumnya tidak beriman padanya, maka dia melaknat mereka dan meninggalkan mereka. Di sini Alqur’an mengatakan kepada Nabi saw bahwa maqam (kedudukan)mu bukan seperti maqam-nya Yunus.

Di sisi lain, Alqur’an mengatakan tentang Nabi Adam: “Walaq ahidna ila adama min qablu walam najid azma..(QS. Thaha: 115)

Jadi, Alquran dengan tegas menjelaskan pembagian para nabi: yaitu para nabi Ulul azmi dan para nabi selain Ulul azmi. Oleh karena itu, Imam Ali ar Ridha dalam riwayat yang berharga mengisyaratkan tentang para nabi itu dimana Beliau berkata: “Para nabi Ulul azmi disebut dengan nabi-nabi Ulul azmi karena mereka adalah pemilik (pembawa) syariat dan pemilik tekad kuat (`azm).

Adalah sangat jelas bagi kita bahwa Nabi Muhammad saw adalah Nabi termulia di antara nabi-nabi Ulul azmi. Namun hal ini perlu penjelasan lebih jauh dari Alqur'an al Karim. Pada hakikatnya dalil dalam Alqur'an yang menetapkan hakikat ini banyak sekali, namun pertama-tama kami akan menyampaikan suatu mukadimah. Yaitu, apakah mungkin kita mampu mendeteksi mana nabi yang mulia dan mana nabi yang lebih mulia, atau tidak mampu? Khususnya yang berkenaan dengan Nabi Terakhir saw. Perhatikanlah apa yang dikatakan oleh Rasul saw tentang dirinya sebagaimana hadis ini terdapat dalam kitab Mukhtashar Bashair ad Darajat: "Tiada yang mampu mengenal Allah kecuali aku dan kamu." Yang dimaksud kamu dalam hadis ini adalah Sayidina Ali bin Abi Thalib. Nabi menyatakan, 'Wahai Ali tiada yang mengetahui Allah (Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya (QS.al An`am: 91) kecuali aku dan kamu. Dan tiada yang mengetahui aku kecuali Allah dan kamu. Dan tiada yang mengetahui kamu kecuali Allah dan aku.

Jika memang demikian bahwa tiada yang mengetahui Nabi saw kecuali Allah SWT maka hendaknya kita kembali kepada Alqur'an untuk melihat bagaimana ia memandang Nabi saw.  Kami tidak ingin mengupas semua ayat Alqur'an yang menyinggung hal ini namun kami hanya menyebut sebagiannya saja. Misalnya, firman Allah SWT: "Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu." (QS. al A`raf: 156) Ketika Allah SWT menyebut Rasul-Nya maka Dia pun menisbatkan rahmat ini pada Beliau,  dimana Allah berfirman: "Dan Kami tidak mengutusmu (hai Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta." (QS. al Anbiya': 107)

Sungguh menakjubkan maqam ini. Tentu setiap orang akan merasa heran. Sebab, maqam rahmat yang merupakan milik Allah ternyata diberikan-Nya juga pada Nabi-Nya. Lalu, salah satu sifat Allah SWT yang penting yang terdapat dalam Alqur'an adalah sifat ghaniy (Yang Maha Kaya). Sedangkan makhluk-makhluk yang lain faqir (butuh) kepada Allah. Seperti firman-Nya: "Kalian (semua) membutuhkan Allah sedangkan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." QS. al Fathir: 15). Ghina (kekayaan) juga termasuk sifat Allah namun dalam surah at Taubah, Allah pun memberikannya kepada Nabi saw, yaitu firman-Nya: "Dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka." (QS. at Taubah: 74) Sungguh menakjubkan maqam ini. Allah ketika menyebutkan sifat ini (ghina) dalam Alqur'an maka Dia pun menisbatkannya pada Nabi saw. Begitu juga sifat ar ra`uf ar rahim yang merupakan sifat Allah SWT, lagi-lagi Dia memberikannya pada Rasul-Nya sebagaimana firman-Nya: "Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (QS. at Taubah: 128)


Kedudukan Rasulullah SAW atas para Malaikat
Alqur’an ketika menyebutkan maqam malaikat Jibril maka Alqur’an mengatakan: “innahu laqaulu rasulin karim…(QS. al Haqqah: 40) Ayat ini mengisyaratkan kepada Jibril, ini didukung oleh firman Allah:
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat.” (QS. al Fathir: 1) Ini maqam Aminul Wahyi Jibril, “dzi quwwatin inda dzil…(QS. at Takwir: 20) Malaikat ini pun diataati di langit, bukan di bumi, “mutha`in samma amin… Ia menjadi kepala (pemimpin di sana). Namun Maujud ini (para Malaikat) ketika datang ke insan kamil (Nabi Adam as) maka ia tunduk kepadanya dan sujud padanya. Karena itu dalam peristiwa Isra Mi`raj disebutkan bahwa ketika ia sampai di suatu maqam, Jibril mengatakan, “Apakah di tempat ini engkau akan membunuhku. Sungguh engkau telah sampai ke suatu tempat yang tidak seorangpun sebelum dan sesudahmu yang mampu mencapainya.” Inilah maqam Nabi saw. Beliaulah makhluk yang pertama kali diciptakan dan yang belajar langsung dari Allah SWT. Selanjutnya, Alqur’an mengisyaratkan lagi tentang para malaikat dalam firman-Nya:
"Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan, dan (malaikat-malaikat) yang terbang dengan kencangnya, dan (malaikat-malaikat) yang menyebarkan (rahmat Tuhannya) dengan seluas-luasnya, dan (malaikat-malaikat) yang membedakan (antara yang hak dan yang bathil) dengan sejelas-jelasnya,dan (malaikat-malaikat) yang menyampaikan wahyu,untuk menolak alasan-alasan atau memberi peringatan." (QS. al Mursalat: 1-6)

Pada dasarnya para malaikat mengatur semua alam imkan (alam materi). Semua alam ini dibawah pengaturan malaikat namun tentu di bawah kontrol dan izin Allah SWT. Anda temukan misalnya dalam hal kematian, Allah berfirman: "Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan." (QS. az Zumar: 42) Mematikan hakikatnya adalah pekerjaan Allah namun ini tidak bertentangan ketika pekerjaan ini dilakukan oleh para malaikat, seperti dalam firman-Nya: "Dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya." (QS. al An`am: 61) Karena mereka adalah mudabbirat (yang mengatur berbagai urusan). Juga yang terdapat dalam firman-Nya: "Qul yatawaffakum...malakul...(QS. as Sajdah: 61) Alqur'an dengan jelas menegaskan bahwa mereka mampu mematikan, menghidupkan, dan memberi rezeki, atas iradah Allah SWT. Alhasil, semua urusan alam berada di bawah pengaturan para malaikat, sebagaimana firman-Nya: "Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan." (QS. al Qadar: 4)

Yang penting dari ayat ini kita bisa menyingkap hakikat yang urgen yaitu bahwa wujud Nabi Terakhir, yakni wujud malukuti atau hakikat nurnya adalah ciptaan yang pertama kali diciptakan oleh Allah SWT. Lalu Allah mengajarinya dan menjadikannnya perantara antara Allah dan para makhluk-Nya. Karena itu, tidak ada satu ciptaan pun di alam ini kecuali berasal dari “tetesan” Nabi Terakhir dan tidak ada sesuatu pun yang naik menuju Allah kecuali lewat dari sisi eksistensi Rasulullah saw.

Jabir bin Abdillah bertanya: “Ya Rasulullah, apa ciptaan yang pertama kali diciptakan oleh Allah? Rasul menjawab: “Wahai Jabir, sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh Allah adalah nur Nabimu kemudian darinya Dia menciptakan semua kebaikan.”
Inilah maqam Nabi Muhammad saw. Karena itu Nabi saw bersabda: “”Aku telah menjadi Nabi sementara Adam masih berupa antara air dan tanah.Kita jangan membayangkan bahwa kenabian ini berhubungan dengan alam kita. Tidak! Kenabian ini bertalian dengan alam malakut. Kami akan membacakan dua riwayat yang berkenaan dengan masalah ini. Riwayat pertama dari Abu Dzar al Ghifari dari Nabi saw: yang bersabda “Aku berkata, wahai para malaikat Tuhanku, apakah engkau mengenal kami dengan pengenalan yang sebenarnya? (Pembicaraan ini terjadi antara Nabi saw dan para malaikat langit. Tentu yang kami maksud dengan langit di sini bukan langit lahiriah tapi langit batiniah.) Para malaikat menjawab: “Bagaimana kami tidak mengenalimu wahai Nabi Allah sementara Anda adalah ciptaan Allah yang pertama kali diciptakan! Anda berupa cahaya yang berada di antara arasy Allah dalam keadaan bertasbih, bertahmid dan bertahlil dan kami berkeliling di antara kamu dan kami mengikuti pekerjaan yang kamu lakukan. Lalu kami pun bertasbih. Redaksi riwayat itu berbunyi: “Fanusabbih (maka kami bertasbih).” Huruf fa dalam kata fanusabbih dalam bahasa Arab berarti fa litafri`, yakni tasbih kami adalah semata-mata karena tasbih yang Anda lakukan. Oleh karena itu, Nabi saw bersabda: “Kami bertasbih sehingga malaikat pun ikut bertasbih. Kami bertahlil lalu malaikat pun ikut bertahlil. Kami bertakbir lalu malaikat pun bertakbir. Karena mereka adalah pengajar para mailakat:  (Ya Adamu anbihhum biasmaihim). Mereka (para nabi dan rasul) mengajari para malaikat tahlil, tahmid, takbir dan tasbih.

Fungsi Utama Rasulullah saw sebagai Perantara Menuju Allah swt
Sebuah hadits yang diriwayatkan dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib yang berkata: “Sesungguhnya aku adalah hamba Allah dan saudara Rasul-Nya.” Kata saudara dalam hadits ini bukan berarti saudara dalam hal hubungan darah atau nasab. Dalam bahasa Arab, kata akh (saudara) itu berarti sesuatu yang serupa atau senasab (mitsl). Dalam pelajaran kaidah bahasa ada pelajaran tentang inna wa akhawatuha. Yang dimaksud wa akhawatuha adalah matsilatuha (hal-hal yang serupa dengannya). Dalam surat Al A`raf disebutkan: “Setiap kali suatu umat masuk (ke dalam neraka) maka ia melaknat saudaranya.” Yang dimaksud saudaranya dalam ayat ini ialah umat yang serupa dengannya (mitslaha). Jadi, yang dimaksud pernyataan Sayidina Ali tersebut ialah bahwa aku serupa dengan Nabi saw kecuali dalam hal kenabian. Lanjutan riwayat itu berbunyi: “Dan aku adalah yang pertama kali membenarkannya (shiddiquhul awwal). Aku telah membenarkannya sementara Adam masih di antara ruh dan jasad.” Kemudian aku adalah orang yang terpercaya di di antara umat kalian.” Riwayat ini tidak hanya dinukil oleh ulama-ulama Syi`ah tapi kalangan mazhab yang lain pun meriwayatkannya. Jadi, Imam Ali mengatakan bahwa aku mempercayai Nabi saw di alam itu dan juga mempercayainya di alam ini. Kemudian Imam Ali meneruskan: “Kamilah yang pertama dan kamilah yang terakhir.” Kamilah yang pertama di alam itu meskipun kami yang terakhir di alam kalian.

Terdapat riwayat yang cukup banyak yang menyatakan bahwa Nabi saw bersabda: “Aku yang pertama kali diciptakan di antara kalian dan yang paling akhir diutus di antara kalian.” Nabi menyatakan bahwa dari sisi penciptaan, “aku adalah makhluk yang pertama kali diciptakan namun dari sisi kemunculan di alam kalian maka aku adalah nabi yang terakhir diutus.” Lalu di sini timbul pertanyaan: mengapa Nabi saw mendapatkan maqam dan tugas (fungsi) mulia ini? Apakah Beliau mencapai maqam dan tugas mulia ini karena semata-mata Allah memberinya begitu saja tanpa melihat tingkat kelayakan? Yakni bahwa Allah “Tidak berhak ditanya atas apa yang dikerjakan-Nya sedangkan mereka yang akan ditanya.” (QS. al Anbiya: 23) Tentu tidak demikian. Ada tolok ukur yang membuat Allah memberi Nabi saw maqam ini dan Allah “Maha Tahu ketika membuat risalah-Nya.” (QS. al An`am: 124) Lalu dengan timbangan dan tolok ukur apa sehingga Nabi saw mencapai maqam ini?

Yaitu Beliau adalah makhluk yang pertama kali diciptakan oleh Allah SWT dan kemudian menjadi perantara antara Allah dan makhluk-Nya? “Allah Maha Tahu ketika membuat risalah-Nya.” Tentu di ayat ini dijelaskan apa yang dimaksud a`lamu (lebih tahu) dalam ayat tersebut, yaitu “Yang Maha Tahu tentang siapa saja hamba-hamba-Nya yang bersyukur.” (QS. al An`am: 53)

Kami tidak ingin mengupas ayat ini, namun kami ingin kembali kepertanyaan semula: mengapa Nabi saw mendapatkan maqam dan tugas (fungsi) mulia ini? Pada hakikatnya Alqur’an menjelaskan bahwa sebelum penciptaan manusia di zaman tertentu, di masa tertentu dari ibu tertentu, dari ayah tertentu, Allah telah menciptakan manusia ini. Allah SWT berfirman dalam surat al A`raf:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap ruh (jiwa) mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS. al A`raf: 172)
Tentu kesaksian ini tidak terjadi di dunia ini. Kesaksian ini berkenaan dengan kesaksian rububiyyah yang diisyaratkan dalam firman-Nya: "Fithratullah...(QS. ar Rum: 30)
Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah." QS. al Baqarah: 138)

Jadi, Allah menyetempel setiap manusia dengan stempel tauhid (sibghah tauhid). Stempel ini tidak mungkin bisa diubah (walan tajida lisunnatillah tabdila). Memang manusia bisa menyimpangkan fitrah ini dan bisa menyembunyikannya atau menutupnya namun apakah ia bisa menghilangkannya atau tidak? Nabi saw bersabda: "Setiap bayi terlahirkan atas fitrah. Maka orang tuanyalah yang menjadikannya Majusi, Nasrani atau Yahudi." Berkenaan dengan hal ini, ada seorang penanya datang ke Sayidina Ali sambil berkata: "Beritahulah aku wahai Amiril Mukmin tentang Allah SWT, apakah ada orang yang diajak berbicara oleh Allah sebelum Musa seperti firman-Nya: "Dan Allah mengajak Musa berbicara dengan suatu pembicaraan." (QS. an Nisa': 164)

Amirul Mukminin menjawab: "Dia (Allah SWT) telah berbicara dengan semua makhluk-Nya, baik yang baik (saleh) maupun yang jahat (ahli maksiat) dan mereka menjawab pada-Nya. Penanya berkata: "Bagaimana itu terjadi wahai Amirul Mukminin?" Imam Ali berkata: "Apakah kamu tidak membaca Kitab Allah ketika Ia berkata kepada Nabi-Nya, "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." Mereka mendengar dan menjawab. Lalu Allah berkata: Aku-lah Allah ar Rahman yang tiada Tuhan selain aku..Lalu mereka mengakui ketaatan dan rububiyyah pada-Nya.

Lalu kita kembali kepertanyaan semula: mengapa Nabi saw mendapatkan maqam dan tugas (fungsi) mulia ini?  Mengapa Allah SWT memilihnya sebagai ciptaan yang pertama kali yang mana darinya, Dia menciptakan segala sesuatu? Jawabannya terdapat dalam ayat berikut ini dan ayat yang semisalnya, yaitu Allah ketika bertanya kepada semua manusia: "Bukankah aku Tuhan kalian?" Apakah Anda bayangkan semua langsung menjawab secara serentak: ya? Tidak demikian. Ada yang lambat dan ada yang cepat. Alqur'an mengatakan: "Dan sungguh telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, maka mereka (juga) tidak beriman kepada apa yang dahulunya mereka telah mendustakannya."(QS. al A`raf: 101) Sungguh ayat ini menakjubkan. Orang-orang yang tidak mempercayai nubuwah dan imamah pada hakikatnya menurut ayat ini mereka sudah tidak mempercayainya di alam itu.. Tentu ayat ini perlu penafsiran sendiri yang kami tidak ingin mengupasnya, Yang penting Alqur'an menunjukkan kepada kita bahwa manusia di suatu tempat sebelum alam ini pernah mengalami pertanyaan ini: "Alastu birabbikum? (Bukankah Aku Tuhan kalian)? Mereka menjawab: "Benar." Lalu timbul pertanyaan: Siapa makhluk yang pertama kali mengucapkan "benar"? Dari sini akan menjadi jelas mengapa makhluk ini diciptakan pertama kali dan diutus terakhir? Pada kajian berikutnya kami akan jelaskan makna yang terakhir (khatam). Lalu apa dalil dari Alqur'an bahwa Beliau yang pertama kali mengucapkan "bala"? Alqur'an ketika menyebut para nabi maka ia menyebutnya seperti ini: Misalnya ketika ia menyebutnya Nuh maka ia berkata:  "Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam." (QS. as Shaffat: 79) Ungkapan ini jarang diperoleh Nabi yang lain. Namun Alqur'an ketika menyebut Nabi saw maka ia berkata "Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri." (QS. Az Zumar: 12) Dan ketika menyebut Ibrahim ia berkata: "Aslamtu lirabbil alamin...Lalu Tidak ada satu ungkapan dalam Alqur'an yang diperoleh nabi yang lain selain Nabi Muhammad saw. Perhatikanlah dua ayat berikut ini:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku,  hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al An`am 161-163)

Cuma terdapat dua ayat dalam Alqur'an yang menyebut awallul Muslimin (orang Muslim yang pertama kali), yaitu dalam surat al An`am ini dan surat Az Zumar: "Dan aku diperintahkan supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri." (QS. Az Zumar: 12) Bukan Nuh yang awallul Muslimin, juga bukan Ibrahim, apalagi Musa, Isa dan nabi-nabi yang lain. Lalu ada pertanyaan lagi: Apa yang dimaksud yang pertama (awwal)? Apa yang dimaksud perkataan Nabi saw bahwa aku awallul Muslimin? Mungkin seseorang berkata, yang dimaksud awallul Muslimin adalah awallul Muslimin (yang pertama menjadi Muslim) pada umatnya. Jika makna ini yang dimaksud maka Ibrahim pun awallul Muslimin pada umatnya. Begitu juga Nabi Musa, Isa bahkan semua Nabi adalah awallul Muslimin dibandingkan umatnya. Lalu tidak mungkin Anda mengatakan bahwa awallul Muslimin di sini berarti Nabi saw menjadi Muslim sebelum Nabi Nuh. Tentu tidak, karena Nuh lebih dahulu diutus sebelum Nabi saw. Lalu apa makna awallul Muslimin di sini? Yakni awwaliyah (perihal terdahulu) di sini di alam itu, bukan di alam ini. Inilah yang biasa disebut oleh orator dengan sebutan alam atom, alam ghaibas samawati wal ardh (alam gaib bumi dan langit), alam batin, bukan alam syahadah, bukan alam materi, bukan alam dunia. Di alam itu Nabi saw adalah yang pertama kali menjadi Muslim. Oleh karena itu, dalam surah al Ahzab, Allah berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh." (QS. al Ahzab: 7)

Perjanjian ini kapan diambil? Di alam ghaib atau di alam malakut. Perjanjian ini umum dan berlaku atas semua nabi. Di antara para nabi-nabi tersebut siapa yang pertama kali diutus? Tentu Nuh. Dan yang terakhir siapa? Tentu Nabi Muhammad saw. Tapi anehnya Nabi saw justru disebut sebelum Nabi Nuh as. Mengapa demikian? Jawabnya adalah bahwa di alam perjanjian, Nabi saw yang pertama kali diambil perjanjiannya namun di alam ini Beliau yang terakhir diutus. Karena itu ketika Alqur'an menyebut salah satu sifat penting Nabi saw maka ia menyebutnya sebagai Abdullah (hamba Allah) seperti dalam ayat: "Maha Suci Allah yang memperjalankan hamba-Nya di suatu malam," (QS. al Isra: 1) ayat ini tidak mengatakan "birasulihi." (dengan Rasul-Nya). Sehingga karena itu sewaktu shalat dalam tasyahud kita mengucapkan: "wa asyhadu anna Muhammadan abduhu warasuluh." Oleh karena itu, menjadi jelas mengapa kita meyakini bahwa Nabi saw di alam itu adalah makhluk yang pertama kali diciptakan.

Kami ingin mengakhiri kajian ini dengan membawakan riwayat dari Imam Shadiq ra, menceritakan bahwa: “Kaum Quraisy datang kepada Nabi saw dan bertanya, Dengan apa engkau diutamakan atas para nabi padahal engkau diutus yang terakhir di antara mereka? Nabi saw menjawab: “Aku yang pertama kali mengakui rububiyyah (ketuhanan) Tuhanku Azza wa Jalla dan akulah yang pertama kali menjawab ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi dan mempersaksikan atas diri mereka, “apakah Aku Tuhanmu” Mereka berkata: “benar.” Akulah yang pertama kali mengucapkan “benar” di antara para nabi sehingga aku mendahului mereka dalam pengakuan terhadap rububiyyah Allah.

Dari sini menjadi jelas bagi kita mengapa Nabi saw diciptakan pertama kali oleh Allah dan kemudian menjadi perantara antara Allah dan makhluk-Nya.

Kita memohon kepada Allah SWT agar dijadikan orang-orang yang mengikuti Nabi-Nya secara baik dan agar kita tidak dipisahkan dari Nabi saw dan ahlul baitnya sekejap mata pun. Amin!

Mari kita bacakan shalawat salam yang terindah untuk Rasullah yang Agung, Makhluq Termulia, Cahaya dari segala makhluk, sebagai perwujudan dari rasa rindu dan cinta kita kepada Beliau saw.

YAA SYAAFI’AL KHALQISH SHALAATU WAS SALAAM
‘ALAIKA NUURAL KHALQI HAADIYAL ANAAM
WAA ASHLAHUU WA RUUHAHUU ADRIKNII
FAQADHDHALAMTU ABADAW WA RABBINII
WA LAISALII YAA SAYYIDII SIWAAKAA
FAINTARUDDA KUNTU SYAKHSHONHAALIKA
YAA SAYYIDII YAA RASUULALLAAH

Duahai Kanjeng Nabi Pemberi Syafa’at Makhluk, ke haribaanmu shalawat serta salam aku sanjungkan
Duahai Nur Cahanya Makhluk, Pembimbing manusia.
Duhai Unsur dan Jiwa makhluk, bimbing… bimbing.. dan didiklah diriku
Sungguh aku manusia yang dhalim selalu.
Jika engkau hindari aku, karena keterlauanku,
pasti… pasti.. pastilah ku kan hancur binasa…
Duhai Pemimpin kami… Duhai Utusan Allah….

Wallahu ‘alam bishshowab…
*)dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar