LARILAH KEMBALI KEPADA ALLAH

Larilah Kembali Kepada Allah photo faringfirrugraveigravelaringllaringh_zpsb9f801c3.gif
Bacalah Selalu Lisan Maupun dalam Hati "YAA SAYYIDII YAA RASUULALLAH"

Senin, 30 Mei 2011

PUASA DAN KEUTAMAAN BULAN RAJAB

Bulan Rajab adalah bulan ke tujuh  dari bulan hijriah (penanggalan  Arab dan Islam). Peristiwa Isra Mi’raj  Nabi Muhammad  shalallah ‘alaih wasallam untuk menerima perintah salat lima waktu diyakini terjadi pada 27 Rajab ini.
Bulan Rajab juga merupakan salah satu bulan haram atau muharram yang artinya bulan yang dimuliakan. Dalam tradisi Islam dikenal ada empat  bulan haram, ketiganya secara berurutan  adalah: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri,  Rajab.
Dinamakan bulan haram karena pada bulan-bulan tersebut orang Islam dilarang mengadakan peperangan. Tentang bulan-bulan  ini, Al-Qur’an menjelaskan:
“ Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Sabtu, 28 Mei 2011

DAHSYATNYA SHALAWAT

Shalawat dan salam marilah kita sanjungkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw dan keluarga, sahabat-sahabat serta para pengikutnya.
Ada empat perbuatan ringan yang apabila kita lakukan, maka kita termasuk golongan orang yang tidak terpuji.
1. Seseorang yang membuang air kecil sambil berdiri, 2. Seseorang yang mengusap dahinya sebelum selesai dari shalat, 3. Seseorang yang mendengar adzan tetapi ia tidak menirukan seperti apa yang diucapkan muadzin, 4. seseorang yang apabila mendengar nama Nabi Muhammad Saw disebut, tetapi tidak membacakan shalawat atasnya.
Sabda Nabi Muhammad Saw:

أربع من الجَفَاءِ أن يبول الرجل وهو قائم، وأن يمسح جبهته قبل أن يفرغ من الصلاة، وأن يسمع النداء فلا يشهد مثل ما يشهد المؤذّن، وأن أذكر عنده فلا يصلي عليّ. (رواه البزار والطبراني)
Artinya:
“Empat perbuatan termasuk perbuatan yang tidak terpuji, yaitu (1) bila seseorang buang air kecil sambil berdiri, (2) seseorang yang mengusap dahinya sebelum selesai dari shalat, (3). Seseorang yang mendengar adzan tetapi ia tidak menirukan seperti yang diucapkan muadzin, (4) seseorang yang apabila mendengar namaku disebut, tetapi ia tidak membacakan shalawat atasku. (HR. Bazzar dan Tabhrani)

Kamis, 26 Mei 2011

MUHASABAH BESERTA MUJAHADAH


Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang bersumber dari seorang shahabat yang bernama Hanzholah Al-Usaiydi radhiyallahu ‘anhu, dia adalah seorang juru tulis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau (Hanzholah) berkata, “Abu Bakar datang menemuiku, lalu bertanya, “Bagaimana keadaanmu wahai Hanzholah?”
Dia (Hanzholah ) berkata, “Saya mengatakan, “Hanzholah telah “munafik”.
Abu Bakar berkata, “Subhanallah! Apa yang engkau ucapkan (wahai Hanzholah)?”
Dia (Hanzholah) berkata, “Saya mengatakan, “Ketika kita bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Beliau mengingatkan kita tentang surga dan neraka, maka seolah-olah kita melihatnya, namun tatkala kita keluar dari majlisnya, berkumpul dengan isteri-isteri dan anak-anak kita, serta disibukkan dengan hal-hal lainnya, maka kita lupa banyak hal.” (Lupa surga, lupa neraka, lupa mengingat Allah).
Abu Bakar berkata, “Demi Allah kami juga mengalami hal yang sama seperti itu.”
Maka saya dan Abu Bakar keluar untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu saya berkata, “Wahai Rasulullah, Hanzholah telah “munafik”!
(Mendengar hal itu) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, (terhenyak) berkata, “Ada apa?”
Saya pun mengatakan, “Wahai Rasulullah, tatkala kami ada bersamamu, engkau mengingatkan kami tentang surga dan neraka, maka seolah-olah kami melihatnya, namun tatkala kami keluar dari majlismu, berkumpul dengan isteri-isteri dan anak-anak kami serta disibukkan dengan hal-hal lainnya, maka kami lupa banyak hal.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, jika kalian senantiasa dalam kondisi seperti berada di sisiku yaitu selalu berzikir (ingat Allah), maka sungguh para malaikat menyalami kalian, walau kalian berada di atas alas tidur (berada di rumah), atau sedang berada di jalan-jalan (berada di luar rumah) Akan tetapi wahai Hanzholah, sesaat dan sesaat, beliau mengulangi tiga kali.

ASY SYAIKH AL ARIF BILLAH KH. ABDUL MADJID MA'ROEF QS. WA RA. MUALLIF SHOLAWAT WAHIDIYAH

ORANG BESAR TAPI TAK PERNAH MEMPERLIHATKAN KEBESARANNYA


Kelahiran dan Masa Kanak-kanak

KH. Abdul Madjid Ma’roef QS wa RA lahir dari pernikahan Syaikh Mohammad Ma’roef, pendiri Pondok Pesantren Kedunglo Al Munadharah dengan Nyahi Hasanah putri Kyai Sholeh Banjar, Melati Kediri.
KH. Abdul Madjid Ma’roef QS wa RA lahir pada hari Jum’at Wage malam 29 Ramadhan 1337 H/20 Oktober 1918 M sebagai putra ke tujuh dari sembilan bersaudara.
Beliau lahir di tengah pesantren yang luas nan sepi. Dikelilingi rawa-rawa dengan jumlah santri yang tak pernah lebih dari empat puluh orang, Kedunglo.
Ketika masih baru berumur dua tahun oleh bapak-ibunya, Agus Madjid dibawa pergi haji ke Makkah Al Mukarramah. Di Makkah, setiap memasuki jam dua belas malam, Kyai Ma’roef selalu menggendong Gus Madjid ke Baitullah di bawah Talang Mas. Di sana Kyai Ma’roef berdoa, agar bayi yang berada dalam gendongannya kelak menjadi orang besar yang sholeh hatinya, Kyai Ma’roef selalu mendoakan Gus Madjid agar menjadi orang shaleh.
Konon selama berada di Mekah, si kecil Agus Madjid yang juga dikhitankan di sana akan diambil anak oleh salah seorang ulama Arab dan disetujui oleh Mbah Yahi Ma’roef. Beruntung Mbah Nyahi Hasanah keberatan, sehingga Agus Madjid tetap berada dalam asuhan kedua orang tuanya.
Cerita Gus Madjid akan diangkat anak oleh ulama Mekah memunculkan sebuah ungkapan, “Kalau bukan karena Kyai Madjid maka Shalawat Wahidiyah tidak akan lahir. Dan kalau bukan karena Nyahi Hasanah, Shalawat Wahidiyah tidak akan lahir di bumi Kedunglo”.

Sabtu, 21 Mei 2011

AL-QAWAID AL-FIQHIYYAH (Bag 2)

QAIDAH YANG KEDUA
اَلْيَقِيْنُ لاَ يُزَالُ بِالشَّكِّ
(Sesuatu Yang Sudah Yakin Tidak Dapat Dihilangkan Dengan Adanya Sesuatu Yang Ragu)

Pengertian Yaqin Dan Syakk

Sesuatu yang menjadi tetap dengan karena penglihatan atau dengan adanya bukti.

Syakk adalah
مَا كَانَ مُتَرَدِّدًا بَيْنَ الثُّبُوْتِ وَ عَدَمِهِ مَعَ تَسَاوِى طَرَفِى الصَّوَابِ وَ اْلخَطَإِ دُوْنَ تَرْجِيْحِ أَحَدِهِمَا عَلىَ اْلآخَرِ
Sesuatu pertentangan antara tetap dan tidaknya, di mana pertentangan tersebut sama antara batas kebenaran dan kesalahan, tanpa dapat di tarjih salah satunya.

Landasan Qaidah Ini
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ فِي بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لَا فَلَا يَخْرُجَنَّ مِنْ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا. (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah saw bersabda: Apabila salah seorang diantara kamu merasakan sesuatu pada perutnya (ketika salat) lalu dia ragu apakah keluar sesuatu atau tidak?, maka janganlah dia keluar dari masjid sehingga mendengar suara ata merasakan angin. (HR Muslim)

AL-QAWAID AL-FIQHIYYAH (Bag 1)

1. Ta’rif Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah (القواعد الفقهية)
a. Menurut Bahasa
Kata-kata "Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah" adalah merupakan rangkaian dari dua lafadz, yaitu lafadz Al-Qawa’id dan Al-Fiqhiyyah. Hubungan dari kedua lafadz ini, dalam nahwu disebut hubungan shiffah dengan maushuf, atau na’at dan man’ut.
Lafadz Qawa’id adalah bentuk jama’ dari lafadz qa’idah قاعدة yang menurut bahasa berarti dasar, pondasi atau asas. Seperti terdapat dalam firman Allah surat Al-Baqarah: 127

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdo`a): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

Lafadz fiqhiyyah adalah berasal dari lafadz fiqhu yang artinya al-fahmu (paham/mengerti) yang dirangkai dengan ya' nisbah.