LARILAH KEMBALI KEPADA ALLAH

Larilah Kembali Kepada Allah photo faringfirrugraveigravelaringllaringh_zpsb9f801c3.gif
Bacalah Selalu Lisan Maupun dalam Hati "YAA SAYYIDII YAA RASUULALLAH"

Rabu, 28 Desember 2011

KAYA YANG ZUHUD (Bagian II)


Kezuhudan Rasulullah saw, Para Nabi, Sahabat dan Ulama Salaf
Semua Nabi dan Rasul Allah swt adalah zuhud, tak terkecuali Beliau Kanjeng Nabi Muhammad saw. Bahwa Rasulullah saw sering tidur hanya beralaskan pelepah kurma, bahkan perutnya sering diganjal dengan batu untuk menahan lapar itu adalah benar. Tapi bukan berarti Rasulullah saw itu orang miskin. Rasulullah saw sepanjang hidupnya tidak pernah meminta-minta, meskipun terlahir dari keluarga miskin. Lahir dalam keadaan yatim, kemudian umur 6 tahun ditinggal wafat oleh Bunda tercinta, Sayyidatina Aminah Rha. Kemudian ikut kakeknya Abdul Muthalib. Umur 9 tahun, kakeknya meninggal pula. Maka mungkin ukuran kita : lengkaplah penderitaannya. Tapi apakah Rasulullah saw patah arang dan lemah menghadapi kehidupan? 

Tidak. Rasulullah saw adalah pekerja keras.  Menginjak remaja, Rasulullah ikut sang paman: Abu Tahalib. Dari sang paman inilah, banyak sekali belajar mengenai bagaimana menghadapi dan melawan kehidupan yang keras. Dimulai dari menggembala kambing, kemudian berdagang hingga menjadi Saudagar. Kesuksesan Rasulullah saw di bidang ekonomi ini bahkan di usia yang masih relatif muda, sekitar umur 20 hingga 24 tahun. Kejujuran Beliau dalam berbisnis sehingga Beliau diberi gelar Al-Amin. Dan karena kejujurannya, seorang Saudagar wanita cantik terpesona kepada Beliau. Saudagar wanita itu adalah Sayyidatina Khadijah Rha. Dalam pernikahannya, Beliau memberikan mahar sebanyak 40 unta merah. Unta merah adalah alat transportasi yang mahal ketika itu. Kalau sekarang, unta dapat diibaratkan sebagai sedan mewah atau semacamnya dan bila diuangkan nominalnya mencapai miliaran. Kendaraan Rasulullah saw adalah Al-Qoshwa, unta terbaik dan termahal kala itu. Kalau kita setarakan dengan keadaan sekarang adalah di atas Jaguar. Ini artinya Rasulullah bukan manusia yang menghindari dunia, akan tetapi justru bekerja keras mencari dunia, mengelola dan mengendalikan dunia untuk perjuangan tegaknya Islam.

Jika para sahabat sering melihat Rasulullah saw sering tidur hanya beralaskan pelepah kurma, dan sering mengganjal perutnya untuk menahan lapar itu adalah bentuk kesederhanaan dan menunjukkan bahwa Rasulullah saw tidak silau terhadap dunia. Ketika harta dan dunia ditaklukkan oleh Allah saw untuk Beliau, justru menjadikan Beliau semakin zuhud terhadap dunia. Hal ini dibuktikan oleh Rasululah saw dengan hidup sderhana dan sangat dekat sekali terhadap kaum fakir, miskin, anak-anak yatim dan kaum dhu’afa. Selama hidup, Rasulullah saw tidak pernah tidak memberi sedekah, apa bila datang orang meminta-minta kepada Beliau.
Hidup sederhana dengan miskin adalah berbeda. Miskin menurut Islam, ia telah bekerja keras tetapi hasil yang didapat tidak mencukupi kebutuhannya terutama untuk makan dan minum selama dua hari, tapi kalau zuhud sebenarnya mampu tetapi tidak silau apalagi gila. Itulah kezuhudan Rasulullah saw.

Nabi Yusuf as yang menurut al-Quran adalah Nabi dan hamba Allah yang shalih. Ketika terbukti tidak bersalah dan dikeluarkan dari penjara, Nabi Yusuf as malah berkata kepada penguasa Mesir: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan. Serahkanlah padaku seluruh pengaturan keuangan yang ada." Ternyata Nabi Yusuf as menghendaki jabatan tinggi dalam pemerintahan. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan keuangan Kerajaan dari orang-orang yang mempunyai maksud-maksud tertentu, di antaranya mudah terkena suap dan korupsi. Inilah zuhudnya serorang Nabi Yusuf as, Beliau bukan penyembah materi atau gila terhadap jabatan. Sejak awal kehidupannya, Beliau telah menjadi penyembah Allah, bukan seorang hedonis atau penyembah harta dunia.

Demikian juga Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman, sebagai seorang penguasa mempunyai kekuasaan yang luas sebagaimana yang disebutkan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an.

Para Shahabat, rata-rata para pedagang atau saudagar yang kaya. Bukan hanya kaya, tapi kaya raya. Sembilan dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga tanpa hisab, kecuali Ali bin Abi Thalib kwj, semuanya kaya raya, tetapi pada saat yang sama mereka adalah orang yang paling zuhud. Mereka adalah Abu Bakar As-Shiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Abu Ubaidah bin Jarrah r, Abdurahman bin Auf ra, Zubair bin Awwam ra, Thalhah bin Ubaidillah ra, Saad bin Abi Waqqas ra, dan Said bin Abdullah ra. Sedangkan Ali bin Abi Thalib kmj adalah sahabat yang bila dibandingkan hartanya dengan sahabat yang lain adalah yang paling sedikit. Meskipun demikian ketika meninggal dunia, beliau meninggalkan 21 wanita: 4 orang istri merdeka dan 17 budak wanita. Bahkan Ali bin Abi Thalib kwj, mengatakan: “bila kemiskinan itu berwujud manusia, maka akan aku penggal kepalanya.”

Umar ibnu Khatab ra salah satu contohnya. Kita tahu berapa kekayaan Umar ibnu Khatab ra yang ditinggalkan ketika ia wafat? Beliau mempunyai 70.000 ladang yang masing-masing ladang tersebut bila dijual rata-rata seharga Rp. 160juta__bila dikonversi ke Rupiah pada saat ini. Ini berarti harta warisan Umar ra. sekitar Rp 11,2 Trilyun. Haa…???!!! Tentu kita takjub.
Tidak cukup sampai di situ, ladang pertanian Umar ra itu setiap tahunnya menghasilkan kira2 Rp. 40 juta per ladang. Bila dikalikan 70.000 ladang, berarti sekitar Rp. 2,8 Triliyun per tahunnya. Kalau dibagi 12 bulan sekitar Rp 233 milyar.  Artinya pendapatan sahabat Umar ra per bulannya adalah Rp. 233 milyar.. Waowwww…!!! (http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/seberapa-kaya-umar-bin-khattab.htm)

Ini baru sahabat Umar ra, belum Abu Bakar As-Shidiq, Usman bin ‘Affan,  atau Abdur Rahman bin Auf yang terkenal kekayaannya dari Makah samapi Madinah. Semuanya ini tidaklah mengeluarkan mereka dari hakekat zuhud yang sebenarnya. Kita sering sekali dengar, bagaimana sederhananya jubah Khalifah Umar ra, hatinya pun sangat halus. Bagaimana Umar ra harus memikul gandum sendiri untuk diberikan kepada keluarga miskin yang luput dari pendataan aparatnya. Tapi Umar ra pun tegas dalam membela keadilan. Maka para gubernur di bawahnya sangat hormat dan segan kepadanya.

Kemudian dari kalangan ulama tabi’iin dan tabi’ut tabi’iin banyak sekali yang bisa dijadikan contoh. Salah satunya adalah Ibnu Hajar Al Asqolani, Sang pengarang berbagai kitab yang sangat terkenal dan mejadi bahan kajian di ma’had-ma’had atau pondok-pondok pesantren seperti Fathul Bari dan Bulughul Maram. Lebih dari 20 tahun Ibnu Hajar menjabat sebagai qadhi (hakim agung) dan tak sekalipun ia menerima hadiah dari penguasa atau orang-orang yang berperkara. Ia dikenal dengan sikap wara’nya. Hanya menerima dan mengambil harta yang bersih dan sangat menjauhi sesuatu yang berbau risywah, upeti dan hadiah.

Suatu ketika ia sedang dalam perjalanan dikawal oleh ratusan pengawal dengan menaiki kereta kencana yang indah dan dengan memakai pakaian yang menawan tiba-tiba dihadang oleh seorang Yahudi miskin, kumuh dan kusut. Yahudi itu berkata, “Berhentilah, hai Ibnu Hajar!” Aku mau bertanya. Bukankah Nabimu berkata, “Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang-orang kafir?” Tapi tampaknya Nabimu salah. Buktinya engkau begitu kaya raya, kemana-mana naik kereta mewah, pengawalmu banyak. Sedangkan aku lihatlah! Aku begitu miskin. Jadi dunia bukanlah surga bagi orang-orang kafir seperti aku.”

Ibnu Hajar menjawab, “Sabda Nabi saw tidak salah. Semua kekayaanku, kemewahan yang aku miliki masih aku anggap sebagai penjara bagiku jika dibandingkan dengan surga Allah yang maha luas dengan segala kenikmatannya. Sedangkan kemiskinanmu, hai orang Yahudi, itu adalah surga bagimu dibanding neraka Jahannam yang akan mengazabmu kelak.”

Kesimpulan
1.        Islam tidak mengajarkan pemeluknya untuk menjadi miskin
2.        Harta atau dunia adalah anugerah Allah swt yang harus disyukuri dan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk taat kepada Allah swt.
3.        Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia secara total dan menjauhinya, tetapi kesederhanaan dan kesahajaan hidup. Meski dikarunia harta yang melimpah, jabatan terhormat, istri/suami dan anak-anak yang cantik-cantik dan tampan-tampan, tak sedikitpun ada rasa ria atau pun sombong. Kemiskinan dan kekayaan, kemuliaan dan kehinaan, pujian dan celaan bukanlah suatu ukuran bagi orang yang telah memiliki sifat zuhud. Baginya hanya Allah swt yang menjadi tujuan dan sandaran utama.
4.        Untuk menjadi muslim berakhlaqul karimah dan meraih derajat muttaqien tidak terbatas oleh suatu generasi, namun semua muslim mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi muslim yang berakhlaqul karimah dan mendapatkan derajat tertinggi di sisi Allah swt setelah Rasulullah saw.

Rasulullah saw bersabda “sesungguhnya ada di antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt” seorang dari shahabatnya berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat mencintai mereka. Nabi Saw menjawab dengan sabdanya: “Mereka adalah suatu kaum yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)
       
       Hadits senada, dari ‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya diantara hamba-hambaku itu ada manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.”Seorang laki-laki bertanya : “siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mudah-mudahan kami menyukainya. Nabi bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Yunus [10]:62 )

الصلاة والسلام عليك وعلى اليك ياسيدى يارسول الله

والله أعلم بالصواب

*)disarikan dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar