Kezuhudan Rasulullah saw, Para Nabi, Sahabat
dan Ulama Salaf
Semua Nabi dan Rasul Allah swt adalah zuhud, tak terkecuali Beliau Kanjeng Nabi Muhammad saw. Bahwa Rasulullah
saw sering tidur hanya beralaskan pelepah kurma, bahkan perutnya sering
diganjal dengan batu untuk menahan lapar itu adalah benar. Tapi bukan berarti
Rasulullah saw itu orang miskin. Rasulullah saw sepanjang hidupnya tidak pernah
meminta-minta, meskipun terlahir dari keluarga miskin. Lahir dalam keadaan
yatim, kemudian umur 6 tahun ditinggal wafat oleh Bunda tercinta, Sayyidatina
Aminah Rha. Kemudian ikut kakeknya Abdul Muthalib. Umur 9 tahun, kakeknya
meninggal pula. Maka mungkin ukuran kita : lengkaplah penderitaannya. Tapi
apakah Rasulullah saw patah arang dan lemah menghadapi kehidupan?
Tidak.
Rasulullah saw adalah pekerja keras. Menginjak remaja, Rasulullah ikut sang paman:
Abu Tahalib. Dari sang paman inilah, banyak sekali belajar mengenai bagaimana
menghadapi dan melawan kehidupan yang keras. Dimulai dari menggembala kambing,
kemudian berdagang hingga menjadi Saudagar. Kesuksesan Rasulullah saw di bidang
ekonomi ini bahkan di usia yang masih relatif muda, sekitar umur 20 hingga 24
tahun. Kejujuran Beliau dalam berbisnis sehingga Beliau diberi gelar Al-Amin.
Dan karena kejujurannya, seorang Saudagar wanita cantik terpesona kepada
Beliau. Saudagar wanita itu adalah Sayyidatina Khadijah Rha. Dalam
pernikahannya, Beliau memberikan mahar sebanyak 40 unta merah. Unta merah
adalah alat transportasi yang mahal ketika itu. Kalau sekarang, unta dapat
diibaratkan sebagai sedan mewah atau semacamnya dan bila diuangkan nominalnya
mencapai miliaran. Kendaraan Rasulullah saw adalah Al-Qoshwa, unta terbaik dan
termahal kala itu. Kalau kita setarakan dengan keadaan sekarang adalah di atas
Jaguar. Ini artinya Rasulullah bukan manusia yang menghindari dunia, akan
tetapi justru bekerja keras mencari dunia, mengelola dan mengendalikan dunia
untuk perjuangan tegaknya Islam.
Jika para sahabat
sering melihat Rasulullah saw sering tidur hanya beralaskan pelepah kurma, dan
sering mengganjal perutnya untuk menahan lapar itu adalah bentuk kesederhanaan
dan menunjukkan bahwa Rasulullah saw tidak silau terhadap dunia. Ketika harta
dan dunia ditaklukkan oleh Allah saw untuk Beliau, justru menjadikan Beliau
semakin zuhud terhadap dunia. Hal ini dibuktikan oleh Rasululah saw dengan
hidup sderhana dan sangat dekat sekali terhadap kaum fakir, miskin, anak-anak
yatim dan kaum dhu’afa. Selama hidup, Rasulullah saw tidak pernah tidak memberi
sedekah, apa bila datang orang meminta-minta kepada Beliau.
Hidup sederhana
dengan miskin adalah berbeda. Miskin menurut Islam, ia telah bekerja keras
tetapi hasil yang didapat tidak mencukupi kebutuhannya terutama untuk makan dan
minum selama dua hari, tapi kalau zuhud sebenarnya mampu tetapi tidak silau
apalagi gila. Itulah kezuhudan Rasulullah saw.
Nabi Yusuf as yang
menurut al-Quran adalah Nabi dan hamba Allah yang shalih. Ketika terbukti tidak
bersalah dan dikeluarkan dari penjara, Nabi Yusuf as malah berkata kepada
penguasa Mesir: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya
aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan. Serahkanlah padaku
seluruh pengaturan keuangan yang ada." Ternyata Nabi Yusuf as menghendaki
jabatan tinggi dalam pemerintahan. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan
keuangan Kerajaan dari orang-orang yang mempunyai maksud-maksud tertentu, di
antaranya mudah terkena suap dan korupsi. Inilah zuhudnya serorang Nabi Yusuf as,
Beliau bukan penyembah materi atau gila terhadap jabatan. Sejak awal
kehidupannya, Beliau telah menjadi penyembah Allah, bukan seorang hedonis atau
penyembah harta dunia.
Demikian juga Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman,
sebagai seorang penguasa mempunyai kekuasaan yang luas sebagaimana yang
disebutkan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an.
Para Shahabat, rata-rata para pedagang atau
saudagar yang kaya. Bukan hanya kaya, tapi kaya raya. Sembilan
dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga tanpa hisab, kecuali Ali bin Abi
Thalib kwj, semuanya kaya raya, tetapi pada saat yang sama mereka adalah orang yang
paling zuhud. Mereka adalah Abu Bakar As-Shiddiq ra, Umar bin Khattab ra,
Utsman bin Affan ra, Abu Ubaidah bin Jarrah r, Abdurahman bin Auf ra, Zubair
bin Awwam ra, Thalhah bin Ubaidillah ra, Saad bin Abi Waqqas ra, dan Said bin
Abdullah ra. Sedangkan Ali bin Abi Thalib kmj adalah sahabat yang bila
dibandingkan hartanya dengan sahabat yang lain adalah yang paling sedikit.
Meskipun demikian ketika meninggal dunia, beliau meninggalkan 21 wanita: 4
orang istri merdeka dan 17 budak wanita. Bahkan Ali bin Abi Thalib kwj, mengatakan:
“bila kemiskinan itu berwujud manusia, maka akan aku penggal kepalanya.”
Umar ibnu Khatab ra salah satu contohnya. Kita
tahu berapa kekayaan Umar ibnu Khatab ra yang ditinggalkan ketika ia wafat?
Beliau mempunyai 70.000 ladang yang masing-masing ladang tersebut bila dijual
rata-rata seharga Rp. 160juta__bila dikonversi ke Rupiah pada saat ini. Ini
berarti harta warisan Umar ra. sekitar Rp 11,2 Trilyun. Haa…???!!! Tentu kita
takjub.
Tidak cukup sampai di situ, ladang pertanian Umar
ra itu setiap tahunnya menghasilkan kira2 Rp. 40 juta per ladang. Bila
dikalikan 70.000 ladang, berarti sekitar Rp. 2,8 Triliyun per tahunnya. Kalau
dibagi 12 bulan sekitar Rp 233 milyar.
Artinya pendapatan sahabat Umar ra per bulannya adalah Rp. 233 milyar.. Waowwww…!!! (http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/seberapa-kaya-umar-bin-khattab.htm)
Ini baru sahabat Umar ra, belum Abu Bakar
As-Shidiq, Usman bin ‘Affan, atau Abdur
Rahman bin Auf yang terkenal kekayaannya dari Makah samapi Madinah. Semuanya
ini tidaklah mengeluarkan mereka dari hakekat zuhud yang sebenarnya. Kita
sering sekali dengar, bagaimana sederhananya jubah Khalifah Umar ra, hatinya
pun sangat halus. Bagaimana Umar ra harus memikul gandum sendiri untuk
diberikan kepada keluarga miskin yang luput dari pendataan aparatnya. Tapi Umar
ra pun tegas dalam membela keadilan. Maka para gubernur di bawahnya sangat
hormat dan segan kepadanya.
Kemudian
dari kalangan ulama tabi’iin dan tabi’ut tabi’iin banyak sekali
yang bisa dijadikan contoh. Salah satunya adalah Ibnu Hajar Al Asqolani, Sang
pengarang berbagai kitab yang sangat terkenal dan mejadi bahan kajian di ma’had-ma’had
atau pondok-pondok pesantren seperti Fathul Bari dan Bulughul Maram.
Lebih dari 20 tahun Ibnu Hajar menjabat sebagai qadhi (hakim agung) dan
tak sekalipun ia menerima hadiah dari penguasa atau orang-orang yang
berperkara. Ia dikenal dengan sikap wara’nya. Hanya menerima dan
mengambil harta yang bersih dan sangat menjauhi sesuatu yang berbau risywah,
upeti dan hadiah.
Suatu
ketika ia sedang dalam perjalanan dikawal oleh ratusan pengawal dengan menaiki
kereta kencana yang indah dan dengan memakai pakaian yang menawan tiba-tiba
dihadang oleh seorang Yahudi miskin, kumuh dan kusut. Yahudi itu berkata,
“Berhentilah, hai Ibnu Hajar!” Aku mau bertanya. Bukankah Nabimu berkata,
“Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang-orang kafir?” Tapi
tampaknya Nabimu salah. Buktinya engkau begitu kaya raya, kemana-mana naik
kereta mewah, pengawalmu banyak. Sedangkan aku lihatlah! Aku begitu miskin.
Jadi dunia bukanlah surga bagi orang-orang kafir seperti aku.”
Ibnu
Hajar menjawab, “Sabda Nabi saw tidak salah. Semua kekayaanku, kemewahan yang
aku miliki masih aku anggap sebagai penjara bagiku jika dibandingkan dengan
surga Allah yang maha luas dengan segala kenikmatannya. Sedangkan kemiskinanmu,
hai orang Yahudi, itu adalah surga bagimu dibanding neraka Jahannam yang akan
mengazabmu kelak.”
Kesimpulan
1.
Islam tidak mengajarkan pemeluknya untuk
menjadi miskin
2.
Harta atau dunia adalah anugerah Allah swt yang
harus disyukuri dan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk taat kepada Allah
swt.
3.
Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia secara
total dan menjauhinya, tetapi kesederhanaan dan kesahajaan hidup. Meski dikarunia
harta yang melimpah, jabatan terhormat, istri/suami dan anak-anak yang
cantik-cantik dan tampan-tampan, tak sedikitpun ada rasa ria atau pun sombong. Kemiskinan
dan kekayaan, kemuliaan dan kehinaan, pujian dan celaan bukanlah suatu ukuran
bagi orang yang telah memiliki sifat zuhud. Baginya hanya Allah swt yang
menjadi tujuan dan sandaran utama.
4.
Untuk menjadi muslim berakhlaqul karimah
dan meraih derajat muttaqien tidak terbatas oleh suatu generasi, namun
semua muslim mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi muslim yang berakhlaqul
karimah dan mendapatkan derajat tertinggi di sisi Allah swt setelah
Rasulullah saw.
Rasulullah saw bersabda “sesungguhnya ada di
antara hamba Allah (manusia) yang mereka itu bukanlah para Nabi dan bukan pula
para Syuhada’. Mereka dirindukan oleh para Nabi dan Syuhada’ pada hari kiamat
karena kedudukan (pangkat) mereka di sisi Allah Swt” seorang dari shahabatnya
berkata, siapa gerangan mereka itu wahai Rasulullah? Semoga kita dapat
mencintai mereka. Nabi Saw menjawab dengan sabdanya: “Mereka adalah suatu kaum
yang saling berkasih sayang dengan anugerah Allah bukan karena ada hubungan
kekeluargaan dan bukan karena harta benda, wajah-wajah mereka memancarkan
cahaya dan mereka berdiri di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Tiada mereka
merasa takut seperti manusia merasakannya dan tiada mereka berduka cita apabila
para manusia berduka cita”. (HR. an Nasai dan Ibnu Hibban dalam kitab
shahihnya)
Hadits senada, dari
‘Umar bin Khathab ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya diantara
hamba-hambaku itu ada manusia yang bukan termasuk golongan para Nabi, bukan
pula syuhada tetapi pada hari kiamat Allah ‘Azza wa Jalla menempatkan maqam
mereka itu adalah maqam para Nabi dan syuhada.”Seorang laki-laki bertanya :
“siapa mereka itu dan apa amalan mereka?”mudah-mudahan kami menyukainya. Nabi
bersabda: “yaitu Kaum yang saling menyayangi karena Allah ‘Azza wa Jalla
walaupun mereka tidak bertalian darah, dan mereka itu saling menyayangi bukan
karena hartanya, dan demi Allah sungguh wajah mereka itu bercahaya, dan sungguh
tempat mereka itu dari cahaya, dan mereka itu tidak takut seperti yang ditakuti
manusia, dan tidak susah seperti yang disusahkan manusia,” kemudian beliau
membaca ayat : ” Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS Yunus [10]:62 )
الصلاة والسلام عليك وعلى اليك ياسيدى يارسول
الله
والله أعلم بالصواب
*)disarikan
dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar