LARILAH KEMBALI KEPADA ALLAH

Larilah Kembali Kepada Allah photo faringfirrugraveigravelaringllaringh_zpsb9f801c3.gif
Bacalah Selalu Lisan Maupun dalam Hati "YAA SAYYIDII YAA RASUULALLAH"

Jumat, 10 Agustus 2012

ZAKAT : MENSUCIKAN, MEMULIAKAN DAN MEMBAHAGIAKAN



Alhamdulillaah, tak terasa kita sudah berada di penghujung bulan Ramadhan. Bulan yang di dalamnya penuh dengan keberkahan baik spiritual maupun material (ekonomi). Mudah-mudahan kita terus dikaruniai hidayah dan taufiqNya sehingga kita dapat memaksimalkan ibadah di penghujung Ramadhan ini, dan diberikan kesempatan untuk bertemu lagi di tahun yang akan datang. Aamiin.

Menjelang lebaran ini, adalah waktunya umat muslim membayar zakat fitrah kepada orang fakir dan miskin. Biasanya, di masjid-masjid dan mushala-musahala mulai dibentuk panitia amil zakat yang bertugas menghimpun pembayaran zakat dari masyarakat, baik berupa beras atau uang tunai, untuk kemudian disalurkan kepada kalangan yang berhak.

Selain membayar melalui amil, zakat fitrah kadang langsung diberikan kepada orang yang berhak menerima (mustahiq), tanpa perantara amil. Membayar zakat lewat amil atau bayar langsung ke target, itu pilihan / diperbolehkan, sah-sah saja.
Namun, yang menjadi masalah adalah bila pelaksanaan pembayaran (pembagian) zakat yang secara langsung itu melibatkan massa yang tidak sedikit. Hampir dalam setiap pembagian zakat yang melibatkan massa yang banyak, selalu terjadi insiden orang terinjak-injak, anak-anak dan orang lanjut usia terjepit, banyak korban luka bahkan korban jiwa. Masih ingat insiden 21 orang tewas terinjak saat pembagian zakat oleh seorang hartawan di Pasuruan, Jawa Timur, September 2008 lalu? Hanya karena uang Rp 10.000, nyawa mereka melayang sia-sia.

Hal-hal tersebut memunculkan banyak pertanyaan, apakah itu yang dinamakan zakat? Mengapa insiden tersebut berulang-ulang terjadi di tiap tahunnya? Apakah orang-orang kaya itu kurang paham aturan zakat atau saking pahamnya mereka dapat mengubah aturan zakat dengan “kreativitas” masing-masing? Apakah orang-orang miskin itu memang harus antri mengambil sesuatu yang memang sudah seharusnya menjadi hak mereka?

Melalui zakat, Islam berupaya mewujudkan kesetaraan dan pemerataan distribusi ekonomi dalam masyarakat, mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin, dan memberdayakan si miskin secara ekonomi sehingga hidupnya bisa mandiri. Maka, harusnya Zakat itu memuliakan dan membahagiakan.

Namun lewat pemberian zakat secara langsung dan melibatkan ribuan massa, yang terjadi ialah penghinaan dan pelecehan terhadap si miskin. Hanya untuk sekantung beras dan beberapa lembar rupiah, orang-orang miskin ‘dipaksa’ untuk mengantri, berdesak-desakan, dan terinjak-injak. Di lain pihak, orang miskin pun ‘rela’ diperlakukan bagai hewan. Himpitan ekonomi telah membuat mereka kehilangan ‘martabat’. Mereka hanya bisa pasrah dengan keadaan.

Pembagian zakat seperti ini juga kental akan kesan show, riya’, pamer. Bukankah dalam Alquran kita diperintahkan untuk tidak riya dalam memberi sedekah? Bukannya mendapat berkah dari membayar zakat, justru laknat didapat.

Boleh jadi, kesalahkaprahan pembagian zakat yang sekarang berkembang merupakan buah dari pemahaman yang salah tentang definisi zakat itu sendiri. Untuk itu, mari kita telaah kembali makna dari ibadah berdimensi sosial ekonomi ini.

Definisi Zakat
Menurut Bahasa (lughat), zakat berarti : tumbuh; berkembang; kesuburan atau bertambah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10)

Menurut Hukum Islam (istilah syara'), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy)
Kemudian secara istilah seperti yang dimuat dalam UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pada pasal 1 bab 1 ketentuan umum dijelaskan bahwa definisi zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Secara bahasa, kita dapat memahami bahwa makna dasar dari zakat adalah pertumbuhan, perkembangan atau pertambahan. Hal ini tentu sangat sejalan dengan konsep ekonomi yang berprinsip senantiasa mengalir (flow concept). Kemudian dipandang dari sudut hukum positif, jelas bahwa zakat adalah bagian harta orang lain yang keberadaannya untuk sementara “dititipkan” oleh Allah kepada orang muslim yang lebih mampu. Artinya, jika si kaya tidak segera memenuhi kewajibannya untuk membayar zakat sama saja mereka telah mencuri harta si dhuafa.

Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah..

Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur’an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia.

Syarat Wajib dan Sah Zakat
Selanjutnya kita juga perlu mengetahui syarat-syarat yang wajib diketahui para penunai kewajiban zakat atau biasa disebut muzakki. Dalam kitab al-fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu membaginya menjadi 2, yaitu syarat wajib dan syarat sah zakat.
Adapun syarat wajib zakat di antaranya:
1.        Merdeka
2.        Islam
3.        Baligh dan berakal
4.        Harta tersebut merupakan harta yang memang wajib dizakati
contoh: emas dan perak, barang tambang dan barang temuan (rikaz), barang dagangan, tanam-tanaman dan buah-buahan, serta hewan ternak.
5.        Harta tersebut telah mencapai nishab (ukuran jumlah yang memenuhi untuk dikeluarkan zakat). Kadar nishab dari harta yang wajib dizakati adalah 20 Dinar emas atau 200 Dirham perak.
6.        Harta tersebut adalah milik penuh dari pemiliknya (al-milk al-tam)
7.        Harta yang dimiliki telah berlalu satu tahun atau cukup haul (ukuran waktu atau masa)
8.        Tidak adanya hutang
9.        Melebihi kebutuhan dasar atau pokok
10.    Harta tersebut harus didapatkan dengan cara baik dan halal
11.    Harta yang dimiliki berpotensi untuk terus berkembang

Selanjutnya yang termasuk syarat sah zakat yaitu:
1.        Adanya niat muzakki (orang yang mengeluarkan zakat)
2.        Pengalihan kepemilikan dari muzakki ke mustahiq (orang yang berhak menerima zakat)

Jenis Zakat
Setelah memahami syarat-syaratnya, mari kita pahami jenis-jenis dari zakat. Secara umum terbagi menjadi 2, yaitu:
1.        Zakat maal: bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. Contoh: zakat profesi, zakat perusahaan, zakat surat-surat berharga.
2.        Zakat fitrah: adalah pengeluaran wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari raya Idul Fitri.

Dari Muzakki, Oleh Amil, Kepada Mustahik
Pada pembahasan pertama, telah kita membahas definisi zakat dari sudut pandang bahasa dan istilah. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana mewujudkan definisi tersebut menjadi sebuah aktivitas yang berperan penting bagi pengembangan ekonomi umat? Siapa saja stakeholder yang harus terlibat agar aliran dana zakat bisa berjalan dengan lancar? Untuk itu, mari kita bahas satu per satu.

Zakat merupakan ibadah yang pelaksanaannya terdiri dari tiga komponen utama: muzakki, amil dan mustahiq.
Adapun definisi singkat dari ketiga komponen tersebut yakni:
a.    Muzakki    :    orang yang wajib mengeluarkan zakat
b.    Amil         :    orang yang bertugas menerima zakat dan menyalurkannya kepada mustahiq
c.    Mustahiq  :    orang yang berhak menerima zakat yang terdiri dari delapan golongan:
-    Faqir
-    Miskin
-    Amil (orang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan harta zakat)
-    Mu’allaf (orang yang baru masuk Islam yang masih lemah sehingga memerlukan bantuan moril dan materiil)
-    Riqaab (untuk memerdekakan budak, termasuk untuk melepaskan orang muslim yang ditawan oleh orang yang bukan muslim)
-    Ghaarim (orang yang berhutang atau bangkrut)
-    Sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah, baik individu seperti guru agama atau lembaga seperti pesantren maupun instansi)
-    Ibnu Sabil (orang yang sedang dalam perjalanan atau terlantar)

Sebuah ketentuan agama tentu memiliki maksud dan tujuan, termasuk zakat. Allah telah menciptakan skema yang indah dalam ibadah ini melalui ketiga komponen tersebut. Zakat memiliki fungsi perantara sosial yang pelaksanaannya dimulai dari muzakki, dikelola oleh amil dan diperuntukkan bagi mustahiq.

Setelah kita mengetahui ada 3 komponen penting dalam zakat (muzakki, amil, mustahiq) kemudian kita korelasikan dengan munculnya kasus, atau insiden di setiap pembagian zakat secara langsung yang melibatkan ribuan massa dan terjadi berulang di setiap tahunnya. Maka muculah beberapa pertanyan, mengapa saudara-saudara kita hartawan tetap ngotot untuk membayarkan zakatnya secara langsung dan melibatkan ribuan massa? Jawabannya ada 2 kemungkinan. Kemungkinan pertama, karena saking ibanya dan tidak kuat lagi melihat kemiskinan di sekitar mereka (hartawan), maka tidak perlu berpikir panjang, ia membayarkan zakatnya secara langsung kepada fakir miskin. Untuk sementara riya’ ia kesampingkan, karena ini saatnya memberi dan membagi. Kalaupun Tuhan benar menganggap itu riya’, minimal ratusan (mungkin ribuan) orang miskin yang mengantre kepadanya sudah dapat uang dan bisa makan. Itu dulu dilakukan. Kemungkinan kedua, adanya krisis kepercayaan terhadap amil atau lembaga pengelola zakat yang ada. Kita tidak pernah tahu soal pengelolaan harta umat ini selama 11 bulan di luar Ramadhan.Berapakah dana zakat kita dan bagaimana peruntukannya? Mengapa makin banyak zakat yang dikumpul yang makin sejahtera itu justru amil dan bukannya fakir miskin?

Yayasan Perjuangan Wahidiyah dalam hal ini termasuk mustahiq (Sabilillah) adalah salah satu lembaga islami, lembaga khidmah, wadah bagi pengamal sholawat wahidiyah yang memperjuangkan / dengan sungguh-sungguh lahir dan bathin mengusahakan umat masyarakat agar mencapai kejernihan hati menuju sadar ma’rifah kepada Allah wa Rasuulihi saw. Dalam meraih tujuan tersebut, Yayasan Perjuagnan Wahidiyah (YPW) mengelola pondok pesantren, lembaga pendidikan dari mulai TK, SD, SMP, SMU dan UNIVERSITAS. Bahkan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan lahir dan bathin, YPW juga membentuk Departemen Koperasi Wahidiyah. Bagi saudara-saudara kita muzakki yang mengamalkan Sholawat Wahidiyah insya Allah telah tepat dan benar bila menyalurkan zakat mal dan fitrahnya ke YPW. Alasannya, dari segi niat (bathiniah) kita telah diajarkan sejak dini untuk selalu menerapkan Lillah-Billah, melaksanakan segala ibadah haruslah disadari dalam hati hanya untuk dan karena Allah semata. Di bidang syar’i, dalam melaksanakan zakat, petugas penerima (penarik) zakat mendatangi rumah kita, insya Allah terhindar dari riya’. Dengan kita salurkan/bayarkan zakat kita ke YPW insya Allah zakat kita bernialai mensucikan, memuliakan dan membahagiakan.

Akhir kata, mari kita memohon kepada Allah SWT dengan bershalawat kepangkuang Baginda Agung Rasuulullah SAW, semoga kita senantiasa dikaruniakan hidayah, taufiq serta fadlol-Nya sehingga kita dapat melaksankan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya dengan baik, benar dan tepat.

Selamat berzakat

يا شفع الخلق الصلاة والسلام عليك نورالخلق هادي الانام
واصله وروحه ادركني فقد ظلمت ابدا وربني
وليس لى ياسيدى سوا كا فإتردكنت شخصاهالكا
ياسيّدى يارسول الله ، ياسيّدى يارسول الله ، ياسيّدى يارسول الله

والله أعلام بالصواب

*) disarikan dari berbagai sumber



2 komentar: