Suatu hari Rasulullah SAW mengutus Umar RA untuk menarik zakat dari
para sahabat. Akan tetapi, Ibnu Jamil, Khalid bin Walid, dan Abbas yang juga
paman Nabi SAW tidak menyerahkan zakatnya. Umar pun kemudian melaporkan sikap
ketiga sahabat itu kepada Rasulullah.
Mendengar laporan itu, Rasulullah bersabda, ''Tiada sesuatu yang
membuat Ibnu Jamil enggan untuk menyerahkan zakat kecuali dirinya fakir,
kemudian Allah menjadikannya kaya. Adapun Khalid, sesungguhnya kalian telah
berbuat zalim terhadapnya (karena) ia menginfakkan baju besi dan peralatan
perangnya di jalan Allah. Adapun Abbas, aku telah mengambil zakatnya dua
tahun lalu.''
Allah
SWT juga melarang hamba-Nya yang beriman untuk berprasangka. Allah
berfirman dalam surah Al-Hujurat : 12
يَاءَ يُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيْرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إثْمٌ
"Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena
sebagian dari prasangka itu dosa..."
Syekh
Salim bin Ied al-Hilali dalam Syarah Riyadhus Shalihin, mengungkapkan,
seorang hamba Allah yang beriman hendaknya menjauhkan diri dari menuduh,
menghianati keluarga, kerabat dan orang-orang bukan pada tempatnya.
Rasulullah
SAW menegaskan dalam hadisnya, ''Jauhilah olehmu prasangka. Sesungguhnya
prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta.'' (Muttafaq 'alaih).
Dalam Shohih Al Bukhari dan Shahih Muslim terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda, "Janganlah kalian berprasangka (curiga), karena sesungguhnya prasangka
itu pembicaraan yang paling dusta. Janganlah kalian saling mencari-cari
berita atau mendengarkan aib orang, janganlah kalian mencari-cari
keburukan orang, janganlah kalian saling menipu, janganlah kalian saling
mendengki, janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling
memboikot, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara" (Lafaz
hadits ini milik Al Bukhari)
Lalu apa sebenarnya prasangka itu? Dalam Alquran, prasangka disebut dengan az-Zhann.
Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab Mausu'ah min Akhlaqir-Rasul,
menjelaskan secara detail tentang jenis-jenis prasangka.
Menurut
Syekh al-Mishri, ada empat macam prasangka yang sering terjadi dalam kehidupan
sehari-hari.
Pertama,
prasangka yang diharamkan. Prasangka
yang termasuk kategori haram itu adalah berprasangka buruk terhadap Allah serta
berprasangka buruk terhadap kaum Muslimin yang adil.
Dalam
kehidupan ini kadang kala ada saja suatu masalah yang tak kunjung usai. Masalah
seringkali terus-menerus membelit kehidupan kita. Bentuknya pun beragam, mulai
dari belum terbayarnya hutang, belum tuntasnya perkuliahan, belum dapat
pekerjaan atau mungkin tak kunjung mendapatkan jodoh. Padahal rasanya usaha
telah dilakukan sebaik mungkin dan doa pun telah dipanjatkan siang dan malam.
Menghadapi
situasi demikian, umumnya orang mengambil sikap kurang tepat, misalmnya lebih
suka pasif bahkan apatis. Kerja mulai males, sering melamun, mencurahkan
perasaannya ke sesuatu yang tidak dibenarkan: seperti minum-minuman keras dsb.
Bahkan perlahan keyakinannya kepada janji Allah pun kian menipis.
Tidak
sedikit juga yang stress atau depresi. Alih-alih bukannya memperkuat usaha dan
doa, sebagian terjebak dalam bisikan syetan. Ada yang ke dukun, tukang ramal,
memelihara jimatlah, tuyullah bahkan banyak sekali yang melakukan praktik suap
dan korupsi. Langkah demikian muncul karena tanpa sadar seseorang telah
meredupkan api imannya dan menggadaikan diri kepada selain Allah.
Logika
syetan pun muncul dan diyakini sepenuh hati, “Apa saja deh yang penting dapet
duit”.
Prasangka
seperti inilah yang diharamkan oleh agama.
Kedua,
prasangka yang diperbolehkan, yaitu
berhati-hati, waspada atau rasa curiga karena ada hal (bukti) yang kuat atau
pantas untuk dicurigai.
Ketiga,
prasangka yang dianjurkan. prasangka
jenis ini adalah prasangka yang baik terhadap sesama Muslim atau Husnudhzan
Keempat
prasangka yang diperintahkan. prasangka
yang diperintahkan adalah prasangka dalam hal ibadah dan hukum. Misalnya: jika seseorang tidak yakin dengan jumlah
raka’at shalat yang telah dilakukannya, adakah tiga atau empat, maka bisa
menggunakan keyakinan berapa yang paling kuat dalam ingatan.
Juga
termasuk prasangka yang diperintahkan adalah, berbaik sangka (ber-husnuzhann)
kepada Allah. Tiga hari menjelang wafat,
Rasulullah SAW bersabda, ''Janganlah seseorang meninggal dunia, kecuali
dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah SWT.'' (HR Muslim, hadis
sahih).
Berbaik
sangka kepada Allah SWT merupakan kenikmatan yang paling agung. Abu Hurairah RA
meriwayatkan sabda Rasulullah SAW tentang kemuliaan berprasangka baik kepada Sang
Khalik. ''Sesungguhnya Allah azza wa jalla berfirman, Aku menurut prasangka
hamba-Ku. Aku bersamanya saat ia mengingat-Ku. Jika ia mengingatku dalam
kesendirian, Aku akan mengingatnya dalam kesendirian-Ku.''
''Jika
ia mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingatnya dalam keramaian yang
lebih baik daripada keramaiannya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku
akan mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku akan
mendekat kepadanya se depa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan
datang kepadanya dengan berlari.'' (HR Bukhari dan
Muslim).
Introspeksi
Diri
Sebagian
di antara kita kadang kurang mampu mengendalikan kehendak untuk selalu ingin
cepat selesai, tergesa-gesa atau terburu-buru. Situasi tersebut sepintas
menguntungkan, tetapi hakikatnya tidak mendidik karena fungsi hati nyaris tak
berdaya karena nafsu yang dominan.
Buktinya
sederhana, tatkala rasa jemu mulai menyelubungi jiwa dan raga, sementara target
yang diharapkan tak kunjung tiba, hati mulai kesal, perlahan kecewa, dan
akhirnya berburuk sangka kepada Allah SWT. Hati mulai lupa bahwa Allah semata
yang menetapkan segala sesuatu sekehendak-Nya.
Tengoklah
sejarah perang Badar dan perang Uhud. Ketika umat Islam sedikit dalam perang
Badar Allah berikan kemenangan. Tatkala jumlah Umat Islam banyak dalam perang
Uhud, Allah timpakan kekalahan kepada umat Islam. Apa sebab? Allah selalu punya
rahasia, dan rahasia Allah selalu baik bagi seluruh hamba-Nya yang beriman.
Syeik
Ibn Atha’illah dalam kitabnya “al-Hikam” menuliskan bahwa, “Tidak pantas
seorang hamba berburuk sangka kepada Allah akibat doa-doanya belum dikabulkan
oleh-Nya. Dan sebaiknya bagi hamba, yang tidak tahu apa yang akan terjadi atas
dirinya esok hari, segera melakukan introspeksi diri.”
Karena
Allah sendiri sudah mengatakan dalam sebuah firman-Nya, Surah Al Qashash:68
“dan
Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. sekali-kali tidak
ada pilihan bagi mereka(*). Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang
mereka persekutukan (dengan Dia).”
(*) Bila
Allah telah menentukan sesuatu, Maka manusia tidak dapat memilih yang lain lagi
dan harus menaati dan menerima apa yang telah ditetapkan Allah.
Dalam
ayat yang lain Allah SWT juga berfirman; surah Al Baqoroh: 216
diwajibkan atas kamu berperang, Padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu,
Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
الصلاة
والسلام عليك وعلى اليك ياسيدى يارسول الله
والله أعلام بالصواب
Tidak ada komentar:
Posting Komentar