LARILAH KEMBALI KEPADA ALLAH

Larilah Kembali Kepada Allah photo faringfirrugraveigravelaringllaringh_zpsb9f801c3.gif
Bacalah Selalu Lisan Maupun dalam Hati "YAA SAYYIDII YAA RASUULALLAH"

Rabu, 10 Agustus 2011

SUJUD TILAWAH (II)


Tata Cara Melaksanakan Sujud Tilawah

Dalam melakukan sujud tilawah ini ada empat catatan yang harus diperhatikan:
1. Para ulama sepakat bahwa sujud tilawah dilakukan hanya dengan sekali sujud.
2. Cara melakukan sujud tilawah persis sama dengan cara melakukan sujud biasa dalam shalat.
3. Dalam melakukan sujud tilawah ini, ada beberapa pendapat.
Pertama, menurut Imam Syafi’i dan jumhur ulama’ disunnahkan menghadap kiblat, mengangkat tangan sambil bertakbir,(takbiratul ihram)  terus langsung sujud dan membaca Sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin.” (Aku bersujud dengan wajahku kepada Dzat yang telah merupakan dan menciptakannya, dan menciptakan pendengaran dan penglihatannya dengan kekuatannya. Maha memberkati Allah, sebaik-baiknya pencipta.)". Lantas kembali duduk dan salam. Juga disunnahkan mempunyai wudlu.

Namun demikian, sujud tilawah boleh juga dilakukan sambil duduk, tidak mesti harus berdiri terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan tidak ada keterangan dari hadits yang mengatakan secara jelas dan tegas bahwa sujud tilawah ini harus dilakukan dengan berdiri terlebih dahulu.

Pada saat salat berlangsung, cara melakukannya: Ketika membaca ayat sajdah, langsung saja sujud dan membaca bacaan spt di atas. Setelah itu kembali berdiri melanjutkan bacaan surat. Dalam salat berjamaah, makmum hanya melakukan sujud tilawah bila imamnya melakukan.


Kedua,  menurut Imam Malik, Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal dan menurut Ibnu Taimiyyah dalam melaksanakan sujud tilawah baik ketika shalat berlangsung atau di luar shalat tidak harus memakai takbiratul ihram (takbir untuk memulai shalat), juga tidak memakai salam. Jadi, dalam prakteknya, begitu anda membaca atau mendengar ayat sajdah, anda langsung sujud sekali saja sebagaimana sujud dalam shalat, tanpa takbiratul ihram terlebih dahulu dan tanpa salam.

Juga tidak diharuskan mempunyai wudlu, dan menghadap kiblat (di luar shalat). Karena sujud tilawah bukanlah shalat, akan tetapi ia hanyalah sebuah ibadah. Dan  tidak semua ibadah disyaratkan harus memakai wudhu dan menghadap kiblat.


Bagaimana cara sujudnya orang yang sedang dalam kendaraan?

Apabila seseorang membaca atau mendengar salah satu ayat sajdah sementara dia sedang berjalan (bepergian) atau sedang berada di atas kendaraan, kemudian dia bermaksud untuk melakukan sujud tilawah, maka menurut sebagian para sahabat dan para ulama generasi salaf seperti Ibnu Mas'ud,
Ibnu Umar dan lainnya, cukup dengan berisyarat berupa menundukkan kepalanya sedikit ke arah
manapun ia sedang menghadap saat itu. Hal ini seperti dikatakan oleh Ibnu Umar dalam hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih,

وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ : أَنَّهُ سُئِلَ عَنِ السُّجُودِ عَلَى الدَّابَةِ فَقَالَ : اسْجُدْ وَأَوْمِئْ.
Dari Ibnu ‘Umar: Beliau ditanyakan mengenai sujud (tilawah) di atas tunggangan. Beliau mengatakan, “Sujudlah dengan isyarat.” (Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih)



Demikian juga dengan orang yang sedang berjalan kaki (bepergian), apabila tidak bisa berhenti sejenak untuk melakukan sujud dan dia bermaksud untuk sujud, maka cukup dengan menganggukkan kepalanya sebagai isyarat sujudnya.

Bacaan Ketika Sujud Tilawah
Bacaan ketika sujud tilawah sama seperti bacaan sujud ketika shalat. Ada beberapa bacaan yang bisa kita baca ketika sujud di antaranya:
(1)     Dari Hudzaifah, beliau menceritakan tata cara shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ketika sujud beliau membaca:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
Subhaana robbiyal a’laa” [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi] (HR. Muslim no. 772)

(2)     Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam sujud tilawah di malam hari beberapa kali bacaan:

سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin.” [Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang membentuknya, yang membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta] (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan An Nasa-i, shahih oleh At Tirmidzi, Al Hakim, An Nawawi, Adz Dzahabi, Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, Syaikh Al Albani dan Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali. Sedangkan tambahan “Fatabaarakallahu ahsanul kholiqiin” dishahihkan oleh Al Hakim, Adz Dzahabi dan An Nawawi.)

(3)     Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a ketika ruku’ dan sujud:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى
Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.” [Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku] (HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484)

(4)     Dari ‘Ali bin Abi Tholib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sujud membaca:

اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
Allahumma laka sajadtu, wa bika aamantu wa laka aslamtu, sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin.” [Ya Allah, kepada-Mu lah aku bersujud, karena-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri. Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta] (HR. Muslim no. 771)

(5)     Dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata bahwa ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihat diriku sendiri di malam hari sedangkan aku tertidur (dalam mimpi). Aku seakan-akan shalat di belakang sebuah pohon. Tatkala itu aku bersujud, kemudian pohon tersebut juga ikut bersujud. Tatkala itu aku mendengar pohon tersebut mengucapkan:

اللَّهُمَّ اكْتُبْ لِى بِهَا عِنْدَكَ أَجْرًا وَضَعْ عَنِّى بِهَا وِزْرًا وَاجْعَلْهَا لِى عِنْدَكَ ذُخْرًا وَتَقَبَّلْهَا مِنِّى كَمَا تَقَبَّلْتَهَا مِنْ عَبْدِكَ دَاوُدَ
Allahummaktub lii bihaa ‘indaka ajron, wa dho’ ‘anniy bihaa wizron, waj’alhaa lii ‘indaka dzukhron, wa taqqobbalhaa minni kamaa taqobbaltahaa min ‘abdika dawuda”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, hadits hasan oleh At Tirmidzi. Menurut Al Hakim, hadits kedua di atas adalah hadits yang shahih. Adz Dzahabi juga sependapat dengannya. Sedangkan ulama lainnya menganggap bahwa hadits ini memang memiliki syahid (penguat))


Bagaimana Jika Membaca dan/atau Mendengar Ayat Sajadah Berulang-ulang?

Apabila seseorang membaca atau mendengar ayat sajadah beberapa kali, ia boleh mengakhirkan
sujudnya sampai ayat terakhir dari ayat sajdah dibaca. Setelah itu baru ia sujud sajdah satu kali.
Kemudian apabila setelah sujud, membaca kembali ayat sajdah, maka menurut pendapat Jumhur
Ulama, lebih afdhal ia melakukan sujud lagi. Artinya, Jumhur ulama lebih cenderung untuk
mengatakan, bahwa yang lebih afdhal, sujud tilawah dilakukan setiap kali kita mendengar atau
membaca ayat sajadah.


Apakah Sujud Tilawah yang dilakukan ketika shalat khusus untuk shalat wajib saja?

Sebagaimana telah di jelaskan di atas, sujud tilawah dilakukan dalam dua keadaan; ketika sedang melakukan shalat dan ketika di luar shalat (tidak sedang melakukan shalat). Namun shalat apa
saja yang boleh melakukan Sujud Tilawah; Apakah hanya untuk shalat wajib dan apakah hanya untuk shalat berjamaah serta apakah hanya untuk shalat Jahr (yang bacaannya dinyaringkan yaitu shalat Magrib, Isya dan Subuh) saja?

Dalam hal ini, jumhur ulama mengatakan, bahwa Sujud Tilawah dilakukan baik ketika shalat wajib maupun shalat sunnat. Ini artinya, apabila seseorang membaca ayat sajadah ketika sedang shalat Tahajjud, maka sunnah hukumnya untuk melakukan Sujud Tilawah. Demikian juga, Sujud Tilawah dilakukan baik ketika shalat berjamaah maupun ketika shalat sendiri (munfarid).

عَنْ أَبِى رَافِعٍ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ أَبِى هُرَيْرَةَ الْعَتَمَةَ فَقَرَأَ ( إِذَا السَّمَاءُ انْشَقَّتْ ) فَسَجَدَ فَقُلْتُ مَا هَذِهِ قَالَ سَجَدْتُ بِهَا خَلْفَ أَبِى الْقَاسِمِ - صلى الله عليه وسلم - فَلاَ أَزَالُ أَسْجُدُ بِهَا حَتَّى أَلْقَاهُ
Dari Abu Rofi’, dia berkata bahwa dia shalat Isya’ (shalat ‘atamah) bersama Abu Hurairah, lalu beliau membaca “idzas samaa’unsyaqqot”, kemudian beliau sujud. Lalu Abu Rofi’ bertanya pada Abu Hurairah, “Apa ini?” Abu Hurairah pun menjawab, “Aku bersujud di belakang Abul Qosim (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) ketika sampai pada ayat sajadah dalam surat tersebut.” Abu Rofi’ mengatakan, “Aku tidaklah pernah bersujud ketika membaca surat tersebut sampai aku menemukannya saat ini.” (HR. Bukhari no. 768 dan Muslim no. 578)

Sedangkan apakah untuk shalat yang bacaannya dibaca nyaring (jahr) saja atau juga yang
bacaannya dipelankan (di-sir-kan)? Para ulama sepakat, bahwa untuk shalat-shalat yang dibaca dengan suara nyaring seperti Magrib dan Isya, sunnah hukumnya melakukan Sujud Tilawah. Namun, untuk shalat yang imamnya membaca dengan suara sir (pelan) misalnya Shalat Duhur dan Ashar, makruh hukumnya melakukan Sujud Tilawah. Hal ini ditakutkan akan menimbulkan kebingungan bagi para makmum sehingga kekhusyuan shalatnya menjadi terganggu, karena makmum tidak mengetahui apa yang sedang dibaca oleh imam.

Sebagian ulama Hanabilah mengatakan bahwa imam terlarang untuk membaca ayat sajadah dalam shalat yang tidak dijaherkan suaranya (dikeraskan suaranya). Jika imam tersebut tetap membaca  ayat sajadah dalam shalat semacam itu,  maka tidak perlu ada sujud. Pendapat ini juga adalah pendapat Imam Abu Hanifah. Alasan dari pendapat ini adalah agar tidak membuat kebingungan pada makmum.

Namun ulama Syafi’iyah tidaklah melarang hal ini. Karena tugas makmum hanyalah mengikuti imam. Jadi jika imam melakukan sujud tilawah, maka makmum harus ikut sujud. Alasannya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا
Sesungguhnya imam itu untuk diikuti. Jika imam bertakbir, maka bertakbirlah. Jika imam sujud, maka bersujudlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Begitu pula apabila seorang makmum tatkala dia berada jauh dari imam sehingga tidak bisa mendengar bacaannya atau makmum tersebut adalah seorang yang tuli, maka dia harus tetap sujud karena mengikuti imam.

As-shalaatu wassalaamu 'alaika wa 'alaika yaa sayyidii yaa rasuulallah..
Wallahu a'lam bish-shawab

Tulisan terkait
Sujud Tilawah ( I )
Sujud Tilawah ( III )


*) Disarikan dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar